Welcome to Blog's Nurdilamongan.co.cc

Blogroll

Senin, 20 Februari 2012

PTK PAI 2


UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN
MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MODEL GABUNGAN CERAMAH DAN KERJA KELOMPOK
PADA SISWA KELAS ….
…..
…..





KARYA TULIS ILMIAH






OLEH
…….
NIP: ….








PEMERINTAHAN ….
DINAS PENDIDIKAN
….
….
2005

LEMBAR PENGESAHAN


1.   Judul                           :  Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan Model Pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  Pada Siswa Kelas X-1
2.   Identitas Peneliti         : 
      Nama                           :  N U R D I ,S.Ag
      NIP                             :  150 383 095
      Gol/Ruang                   :  PENATA MUDA (  III/a )
      Jabatan                        :  Guru  Pendidikan Agama Islam
      Unit Kerja                   :  SMA  BPPT  SIMANJAYA
      Alamat Sekolah           :  Pondok Pesantren  Al Fattah  Siman Kec. Sekaran
                                             Lamongan.
      Alamat  Rumah           :  Desa Sumberagung RT. 01/03  Kec. Sukodadi
                                             Kab. Lamongan
      Email                           :  nurdi_lamongan4374@yahoo.co.id
3.   Lokasi Penelitian         :  SMA BPPT  SIMANJAYA
4.   Lama Penelitian          :  .2 Bulan ( Maret  s/d April  2008)
5.   Biaya Penelitian          :  1.500.000,- ( Satu Juta lima ratus ribu Rupiah)
Petugas Pustaka


HAMIM, S.Pd
NIP : 510 172 496.
Peneliti


NURDI,S.Ag
NIP: 150 383 095

Mengetahui
Ketua YPP.Al Fattah


Drs.H.AHMAD FAISHOL ,M.Ag
.
Mengetahui
Kepala  Sekolah


Drs. AHMAD ARIFIN



Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian tindakan kelas yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan Model Pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  Pada Siswa Kelas … ini telah disetujui dan disahkan untuk diajukan sebagai bahan penilaian kenaikan pangkat.





Ketua PGRI
Kabupaten …


……
NPA. ….


Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian tindakan kelas yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan Model Pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  Pada Siswa Kelas … ini telah disetujui dan disahkan untuk diajukan sebagai bahan penilaian kenaikan pangkat.





Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten …


……
NPA. ….

KATA PENGANTAR

            Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat terselesaikan pada waktunya.
            Karya ilmiah yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan Model Pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  Pada Siswa Kelas … ini, disusun untuk memenuhi persyaratan kenaikan golongan profesi guru dari IV/a ke IV/b.
            Dalam penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
  1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten …
  2. Yth. Ketua PGRI Kabupaten …
  3. Yth. Rekan-rekan Guru …
  4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai
Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penelitian ini dan demi penelitian yang akan datang.

…, Mei 2005

Peneliti

ABSTRAK

…, 2005. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan Model Pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  Pada Siswa Kelas …

Kata Kunci: belajar pai, Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok

            Keberhasilan proses belajar mengajar di dalam kelas sangat ditentukan oleh strategi pembelajaran, bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen lain, tanpa diimplementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen-komponen tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan. Oleh karena itu setiap akan mengajar guru diharuskan untuk menerapkan strategi atau metode tertentu dalam pelaksanaan pembelajaran.
            Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya model pembelajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok ? (b) Bagaimanakah pengaruh Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  terhadap motivasi belajar siswa?
            Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir, (b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.
            Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas … Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
            Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (68,00%), siklus II (80,00%), siklus III (92,00%).
            Simpulan dari penelitian ini adalah model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa …. , serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran PAI.

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ..........................................................................................................

Lembar Pengesahan ..................................................................................................
Kata Pengantar .........................................................................................................
Abstrak .....................................................................................................................
Daftar Isi ...................................................................................................................
Daftar Lampiran .......................................................................................................
BAB  I      PENDAHULUAN .................................................................................
A.    Latar Belakang Masalah ...................................................................
B.     Rumusan Masalah .............................................................................
C.     Tujuan Penelitian ..............................................................................
D.    Kegunaan Penelitian .........................................................................
E.     Definisi Operasional Variabel ..................................................
F.      Batasan Masalah ......................................................................
BAB  II     KAJIAN PUSTAKA ....................................................................
A.    Tinjauan Tentang Prestasi Belajar.............................................
B.     Motivasi Belajar........................................................................
C.     Motivasi Belajar Remaja...........................................................
D.    Prinsip Motivasi........................................................................
E.     Teknik Memotifasi Berdasarkan Teori Kebutuhan…………...
F.      Kerja Kelompok ………………………………………………
BAB  III   METODOLOGI PENELITIAN ...................................................
A.    Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ..................................
B.     Rancangan Penelitian ..............................................................
C.     Alat Pengumpul Data ..............................................................
D.    Analisis Data ...........................................................................
BAB  IV   HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................
A.    Hubungan Pembelajaran Model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok   Dengan
Ketuntasan Belajar ..................................................................
B.     Pembahasan .............................................................................
BAB  V     SIMPULAN DAN SARAN .........................................................
A.    Simpulan ..................................................................................
B.     Saran ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran                                                                                                     Halaman
Lampiran 1 Nilai Formatif Pada Siklus I ..................................................................
Lampiran 1 Nilai Formatif Pada Siklus II .......................................................
Lampiran 1 Nilai Formatif Pada Siklus III ...............................................................

BAB  I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
                  Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik bagi anak didik, dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dengan anak didik.
                  Ketika kegiatan belajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik maupun yang bersumber dari luar anak didik, harus guru hilangkan, dan bukan membiarkannya. Karena keberhasilan belajar mengajar lebih banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelas.
                  Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.
                  Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran.
                  Kualitas pembelajaran ditentukan oleh interaksi komponen-komponen dalam sistemnya. Yaitu tujuan, bahan ajar (materi), anak didik, sarana, media, metode, partisipasi masyarakat, performance sekolah, dan evaluasi pembelajaran (Moh, Shochib, 1998). Performance sekolah, dan evaluasi pembelajaran (Moh, Shochib, 1998). Optimalisasi komponen ini, menentukan kualitas (proses dan produk) pembelajaran. Upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah melakukan analisis tentang karakteristik setiap komponen dan mensinkronisasikan sehingga ditemukan konsistensi dan keserasian di antaranya untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Karena pembelajaran mulai dari perencana, pelaksanaan dan evaluasinya senantiasa merujuk pada tujuan yang diharapkan untuk dikuasai atau dimiliki oleh anak didik baik instructional effect (sesuai dengan tujuan yang dirancang) maupun nurturrant effect (dampak pengiring) (Moch. Shochib: 1999).
                  Realisasi pencapaian tujuan tersebut, terdapat kegiatan interaksi belajar mengajar terutama yang terjadi di kelas. Dengan demikian, kegiatannya adalah bagaimana terjadi hubungan antara guru/bahan ajar yang didesain dan dengan anak didik. Interaksi ini merupakan proses komunikasi penyampaian pesan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Arief S Sadiman yang menyatakan proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses interaksi yaitu proses penyampaian pesan melalui saluran media/teknik/ metode ke penerima pesan. (Arief S, Sadiman, dkk, 1996:13).
                  Sejalan dengan inovasi pembelajaran akhir-akhir ini termasuk di Sekolah Dasar, yaitu: Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok. Interaksi belajar mengajarnya menuntut anak didik untuk aktif, kreatif dan senang yang melibatkan secara optimal mental dan fisik mereka. Tingkat keaktifan, kreatifitas, dan kesenangan mereka dalam belajar merupakan rentangan kontinum dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tetapi idealnya pada kontinum yang tertinggi baik pelibatan aspek mental maupun fisik anak didik. Oleh karena itu, interaksi belajar mengajar dengan paradigma Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok menuntut anak:
(1)   Berbuat
(2)   Terlibat dalam kegiatan
(3)   Mengamati secara visual
(4)   Mencerap informasi secara verbal
                  Dengan demikian, interaksi belajar mengajar idealnya mampu membelajarkan anak didik berdasarkan problem based learning, authentic instruction, inquiry based learning, project based learning, service learning, and cooperative learning. Pola interaksi yang mampu mengemas hal tersebut dapat mengubah paradigma pembelajaran aktif menjadi paradigma pembelajaran reflektif.
                  Dengan interaksi pembelajaran reflektif dapat membuat anak didik untuk menjadikan hasil belajar sebagai referensi refleksi kritis tentang dampak ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat; mengasah kepedulian sosial, mengasah hati nurani, dan bertanggungjawab terhadap karirnya kelak. Kemampuan ini dimiliki anak didik, karena dengan pola interaksi pembelajaran tersebut, dapat membuat anak didik aktif dalam berfikir (mind-on), aktif dalam berbuat (hand-on), mengembangkan kemampuan bertanya, mengembangkan kemampuan berkomunikasi, dan membudayakan untuk memecahkan permasalahan baik secara personal maupun sosial.
                  Agar hasil ini dapat optimal, guru dituntut untuk mengubah peran dan fungsinya menjadi fasilitator, mediator, mitra belajar anak didik, dan evaluator. Ini berarti, guru harus menciptakan interaksi pembelajaran yang demokratis dan dialogis antara guru dengan anak didik, dan anak didik dengan anak didik (Moh. Shochib: 1999; dan Paul Suparno dkk: 2001).
                  Dengan interaksi pembelajaran yang mengemas nilai-nilai tersebut dapat membuat pembelajaran lingking (link and math atau life skill) dan delinking (pemutusan lingkungan negatif), diversifikasi kurikulum, pembelajaran kontekstual, kurikulum berbasis kompetensi, dan otonomi pendidikan pada tingkat sekolah taman kanak-kanak dengan manajemen berbasis sekolah, dan bertujuan untuk mengupayakan fondasi dan mengembangkan anak untuk memiliki kemampuan yang utuh yang disebut: Pendidikan Anak Seutuhnya (PAS).
                  Pada dasarnya dalam kehidupan suatu bangsa, faktor pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa tersebut. Secara langsung maupun tidak langsung pendidikan adalah suatu usaha sadar dalam menyiapkan pertumbuhan dan perkembangan anak melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi kehidupan dimasa yang akan datang. Tentunya hal ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, anggota masyarakat dan orang tua. Untuk mencapai keberhasilan ini perlu dukungan dan partisipasi aktif yang bersifat terus menerus dari semua pihak.
                  Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Depdikbud (1999).
                  Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru mampu menyampaikan semua mata pelajaran yang tercantum dalam proses pembelajaran secara tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.
                  Dengan menyadari kenyataan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan Model Pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  Pada Siswa … Tahun Pelajaran …

B.  Rumusan Masalah
                  Bertitik tolak dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  pada siswa kelas …. Tahun pelajaran …?
2.      Bagaimanakah pengaruh model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam pada siswa kelas …. Tahun pelajaran …?

C.  Tujuan Penelitian

                  Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam setelah diterapkannya model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  pada siswa kelas … tahun pelajaran …
2.      Mengetahui pengaruh motivasi belajar Pendidikan Agama Islam setelah diterapkan model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  pada siswa kelas … tahun pelajaran …
3.      Menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan prestasi belajar pada siswa kelas … tahun pelajaran

D.  Kegunaan Penelitian

                  Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1.      Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar Pendidikan Agama Islam.
2.      Sumbangan pemikiran bagi guru Pendidikan Agama Islam dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar Pendidikan Agama Islam.
3.      Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa.
4.      Sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
5.      Menerapkan metode yang tepat sesuai dengan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam.

E.  Definisi Operasional Variabel

                  Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  adalah:
Model pembelajaran yang bertumpu pada empat prinsip yaitu: aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
2.      Motivasi belajar adalah:
Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkat laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3.      Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.

F.   Batasan Masalah

1.      Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas … tahun pelajaran …
2.      Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret semester genap tahun pelajaran …
3.      Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan kisah nabi Ibrahim a.s, dan nabi Ismail a.s.















BAB  II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
    1.  Pengertian Belajar
                  Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu  perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bidang  intelektual pada khususnya. Jadi  belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perbuatan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik,  tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah  laku yang lebih buruk.
                  Untuk dapat disebut belajarm maka perubahan harus merupakan  akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhasi-hari , berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yanbg tidak dapat dilihat  dengan nyata prose situ terjadi dalam diri seseorang  yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud  dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya  terjadi secara internal di dalam diri indivdu dalam penguasaan memperoleh hubungan-hubungan baru.


    2.  Pengertian Prestasi Belajar
                  Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil   ynag telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasul yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas tertentu.
                  Jadi prestasi  adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar  menginginkan hasil yang baik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik-baiknya  supaya prestasinya berhasil degna baik. Sedan pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yang dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.
        
    3.  Pedoman Cara Belajar
                  Untuk memperoleh prestasi/hasl belajar yang baik dilakukan dengan baik dan pedoman cara yang tepat. Setiap orang mempunyai cara atau pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa yang  lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan individu dalam hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran.
                  Oleh Karen itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi factor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

B. Motivasi Belajar
    1.  Pengertian Motivasi
                  Istilah motivasi menunjuk kepada semua gejala yang terkandung dalam stimulus tindakan kea rah tujuan tertentu di mana sebelumnya tidak ada gerakan  menuju kea rah tujuan tersebut. Motivasi dapat berupa dorongan-dorongan dasar atau internal dan insentif di di luar diri individu atau hadiah. Sebagai suatu masalah di dalam kelas, motivasi adalah proses membangkitkan, mempertahankan dan mengontrol minat-minat.
                  Suatu prinsip yang mendasari tingkah laku ialah bahwa individu selalu mengambil  jalan pendek menuju suatu tujuan. Orang dewasa mungkin berpandangan bawah di dalam  kelas  para siswa  harus mengabdikan dirinya kepada  penguasaan kurikulum. Akan tetapi para siswa tidak selalu melihat tugas-tugas sekolah sebagai jalan terbaik  yang menujui kearah kebebasan , produktivitas , kedewasaan atau apa saja yang dipandang mereka sebagai perkembangan yang disukai. Dalam hubungan ini tugas guru adalah menolong  mereka untuk memilihj topic, kegiatan atau tujuan yang bermanfaat baimk untuk jangka panjang maupun jangka pendek.

C. Motivasi Belajar Remaja
    1.  Harapan untuk sukses dalam memecahkan masalah tingkah laku
         Untuk memecahkan masalah tingkah laku
         a.  Kesulitan tugas yang dipelajari dan banyaknya pengalaman yang telah dimiliki individu untuk mengerjakan tugas yang sama. (Sulit mempelajari sejumlah pengalaman dalam waktu yang sama)
         b.  Penggunaan situasi yang tepat untuk memecahkan masalah yang khusus.Ada dua  kemungkinan memecahkan masalah itu, yaitu gagal dalam arti tidak tercapai tujuan atau sukses dalam arti berhasil apa yang diharapkan. Untuk membuktikan kelompok mana yang berhasil “baik” ada empat kelompok percobaan yaitu:
             a.  Kelompok yang diberi dorongan
             b.  Kelompok yang diberi rintangan (tak diberi dorongan)
             c.  Kombinasi kelompok a dan b
             d.  Kelompok pengontrol yang tidak diberi  penguatan verbal.
    2.  Tinjauan masa Depan yang Optimistis dan Prestasi Akademis
                  Tujuan memberikan arah bagi perilaku sekaligus memberi motivasi untuk bekerja pada saat itu. Individu  yang  berprestas akademi  tinggi tampaknya ditandai oleh sikap-sikap yang lebih optimis dan pemusatan perhatiannya lebih tinggi terhadap tujuan-tujuan masa mendatang.
                  Menurut teori Eston yang sejalan  teori Lewi, bila dalam diskusi para pengelola selalu membicarakan masa akan yang akan dating, berarti mereka mempunyai harapan positif dan optimis. Sebaliknya , mereka yang kurang perhatian, tanpa konsentrasi, berarti  harapanny6a pendek dan prestasinya rendah.
    3.  Motivasi siswa dalam Hubungan degnan Aktivitas Dorongan Sosial
                  Menurut teori Boyle M.Bortner ( dalam Halamik, Oemar, 2000:179), guru tidak selalu dapat menciptakan motivasi, sedangkan motivasi adalah dasar untuk setiap usaha dan berpengaruh terhadap pihak lain. Contohnya pembuat iklan, penerbit, mandor, dan hakim, selalu memikirkan motivasi. Begitu pula guru harus disukai oleh ynag lain. Motivasi itu sangat penting dan menentukan kegiatan dalam belajar. Bila remaja tidak punya motivasi maka guru tidak menjamin penepatan siswa di kelas tertentu, baik kegiatan belajarnya maupun  keberhasilannya.
                  Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ialah umur, kondisi fusuk dan kekuatan intelegensi yang juga harus dipertimbangkan dalam hal ini. Motivasi sangat penging karena suatu kelompok yang tidak punya motvasi (belajarnya kurang atau tidak berhasil). Dengan demikan, motivasi harus dikembangkan berdasarkan pertimbangan perbedaan individual. Secara umum semua manusia membutuhkan motivasi untuk giat bekerja kecuali  (mungkin0 orang yang sudah tua dan orang yang sedang sakit.
    4.  Dorongan Aktivitas
                  Hampir setiap orang menyukai situasi yang menyediakan pekerjaan. hal ini dapat kita lihat misalnya anak kecil biasanya suka berlari, meloncat, berteriak, bermain  membangun remaja biasanya belajar berorganisasi, berpartisipasi, menari, mengembangkan  hobi dan membuat rencana. Ini berarti bahwa guru harus melihat dan memperhatikan siswa mana yang aktif dan kreatif sehigga perlu diberi kesempatan untuk aktif. Guru membantu  siswa yang mendapat kesulitan atau suatu masalah. Ia memberikan petunjuk dan demonstrasi, melaksanakan karyawisata, survey, wawancara dengan warga  masyarakat dan sebagainya.
    5.  Dorongan untuk merasa aman
                  Remaja mempunyai motif yang kuat untuk mengembangkan  minat dan memperoleh pekerjaan, berdiri sendiri, mengubah status social, dan mengembangkan emosi yang normal.
                  Motivasi dapat digunakan sebaai alat dalam prosedur belajar-mengajar dengan demikian , guru harus membantu mereka dalam memenui kebutuhan akan keamanannya antara lain dengan cara sebagai berikut:
         a.  Memberikan kesempata yang cukup untuk berpartisipasi aktif, memberi semangat, memberi ide dan menyediakan situasi belajar yang baik.
         b.  Melaksanakan kegiatan dramatisasi melalui perencanaan bersama guru dan para siswa.
         c.  Mengadakan survaim wawancara dan mendorong  keberanian mereka dalam forum pertemuan dengan orang dewasa.
         d.  Memecahkan masalah bersama siswa. Guru jangan memecahkan masalah secara samara-samar karena tidak akan berhasil baik.
    6.  Dorongan untuk Masteri (The Mastery)
                  Remaja memiliki keinginan untuk berdiri sendiri. Untuk memuaskan dorongan ini guru harus memberi semangat kepada mereka, antara lain dengan cara :
         a.  Membantu setiap siswa sampai dia sukses.
         b.  Membebaskan siswa dar keterbelakangan
         c.  Mengembangkan kemampuan mereka secara optimal.
         d.  Memberikan bimbingan dan latihan
    7.  Dorongan untuk Dihargai (the Drive for Recognition)
                  Setiap orang ingin dihargai oleh orang lain. Misalnya
         a.  Anak kecil ingin dikenal oleh anggota keluarga lainnya.
         b.  Pada  masa sekolah anak mempunyai kondisi yang kuat untuk dikenal oleh teman-temannya.
                  Beberapa orang siswa merasa tidak beruntung karena mereka tidak mendapat pengakuan social sebagaimana mestinya.  Mungkin siswa yang bersangkutan kurang  kemampuannya. Guru akan berusaha meningkatkan hasil belajarnya, bukan membeda-bedakan dari yang lainnya. Guru perlu memberikan pujian untuk menghargai kemajuan seseorang. Ia hendaknya berusaha menyalurkan minat siswa melalui pengalaman dalam pekerjaan dan dalam hobinya.
        
    8.  Dorongan untuk Merasa  Memiliki (The for Belonging)
                  Keinginan untuk hidup berkelompok juta terdapat di kalangan remaja. Hal ini perlu dikembangkan  sejak kecil sejak anak masuk sekolah mereka menyukai setiap  orang. Hal ini dapat dijadikan modal guru dalam memotivasi. Teknik penyajiannya ialah melalui aktivitas kelompok, panitia kerja, percobaan, pembentukan klub-klub, khusus, misalnya klub percakapan bahasa inggris.

D. Prinsip Motivasi
             Prinsip ini di susun atas dasar penelitian yang seksama dalam rangka mendorong motivasi belajar siswa di sekolah berdasarkan pandangan demokrasi. Ada 17 prinsp motivasi yang dapat dilaksanakan:
    1.  Pujian  lebih efektif  dari  pada hukuman . hukuman bersifat menghentikan  suatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat   menghargai apa yang telah dilakukan. Oleh karena itu pujial lebih besar nilainya bagi motifasi belajar.
    2.  Semua siswa  mempunyai  kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) yang harus mendapat  pemusatan. Kebutuhan-kebutuhan itu menyatakan diri dalam berbagai bentuk yang berbeda. Para siswa yang dapat memenuhi  kebutuhannya secara efektif   melalui kegiatan belajar hanya memerlukan sedikit bantuan dalam motivasi dan disiplin.
    3.  Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif dari pada motivasi yang  dipaksakan dari luar. Kepuasan yang didapat oleh individu itu sesuai  dengan ukuran yang ada di dalam dirinya sendiri.
    4.  Jawaban ( perbuatan)  yang serasi (sesuai dengan keinginan) memerlukan usaha penguatan (reinformancement)  apabila  suatu perbuatan  belajar mencapai tujuan maka perbuatan itu perlu segera diulang kembali beberapa menit kemudian sehingga hasilnya lebih mantap. Penguatan ini perlu dilakukan dalam setiap tingkat pengalaman belajar.
    5   Motivasi mudah menjalar luar terhadap orang lain. Guru yang berminat tinggi dan antusias akan mempengaruhi para siswa sehingga mereka juga berminat tinggi dan antusias. Siswa yang antusias akan mendorong motivasi para siswa lainnya.
    6.  Pemaham yang jelas tentang tujuan belajar akan merangsang motivasi apabila seseorang telah menyadari tujuan yang hendak dicapainya, perbuatannya kearah itu akan lebih  besar daya dorongnya.
    7.  Tugas-tugas yang bersumber dari diri sendir akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk mengerjakannya ketimbang bila tugas-tugas itu dipaksanakan oleh guru. Apabila siswa diberi kesempatan untuk menemukan masalah sendiri dan memecahkannya sendiri ia akan mengembangkan motivasi dan disiplin yang lebih baik.
    8.  Pujian-pujian yang datannya dari luar (external rewards) kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya. Berkat dorongan orang lain misalnya untuk  memperoleh angka yang  lebih tinggi, siswa akan berusaha lebih giat karena minatnya menjadi lebih besar.
    9.  Teknik dan prosedur mengajar yang bermacam-macam itu efektif untuk mendorong minat siswa. Cara mengajar  yang bersifat ini akan menimbulkan situasi belajar yang menantang dan menyenangkan.
    10.Minat khusus yang dimiliki oleh siswa berdaya guna  untuk  mempelajari hal-hal lainnya. Minat khusus yang telah dimiliki oleh siswa, misalnya minat bermain bola basket, akan mudah ditransferkan kepada minat dalam bidang studi atau dihubungkan dengan masalah  tertentu dalam bidang studi.
    11.Kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang minat para siswa yang tergolong kurang tidak ada artinya bagi  para siswa ynag tergolong pandai. Hal ini disebabkan oleh perbedaanb tingkat abilitas pada siswa tersebut. Oleh karena itu guru yang hendak membangkitkan minat para siswanya hendaknya menyesuaikan usahanya dengan kondisi yang ada pada mereka.
    12.Tekanan dari kelompok siswa umumnya lebih efektif dalam memotivasi dibandingkan dengan tekanan atau paksaan dari orang dewasa.
    13. Motivasi erat hubungannya dengan  kreativitas siswa. Dengan teknik mengajar tertentu, motivasi dapat diarahkan kepada kegiatan-kegiatan kreatif. Motivasi yang telah dimiliki oleh  siswa apabila diberi semacam hambatan misalnya adanya ujian yang mendadak, peraturan sekolah, kreativitasnya akan meningkat sehingga dia lolos dari hambatan  itu.
    14. Kecemasan  akan menimbulkanm kesulitan belajar. Kecemasan ini akan mengganggu perbuatan belajar sebab akan mengakibatkan pindahnya perhatiannya kepada hal laan sehingga kegiatan belajarnya menjadi tidak efektif.
    15. Kecemasan dan frustasi dapat membantu siswa berbuat lebih baik. Emosi yang lemah dapat  menimbulkan perbuatan yang lebih energetic, kelakuan yang lebih bergairah.
    16. Tugas yang terlalu sukar dapat mengakibatkan frustasi sehingga dapat menuju kepada demoralisasi. Karena terlalu sulitnya tugas itu, para siswa cenderung   melakukan hal-hal yang tidak wajar sebaga manifestasi dari frustasi yang terkandun di dalam dirinya.
    17. Tiap siswa mempunyai tingkat frustasi dan toleransi yang berlain-lainan. Ada siswa yang kegagalannya justru menimbulkan insentif, tetapi ada anak yang selalu berhasil malahan menjadi cemas terhadap kemungkinan timbulnya kegagalan. Hal ini tergantung pada stabilitas emosi masing-masing.

E. Teknik Memotifasi Berdasarkan Teori Kebutuhan
    1.  Pemberian Penghargaan atau Ganjaran
                  Teknik ini dianggap berhasil bila menumbuh kembangkan minat anak untuk mempelajari atau mengajarkan sesuatu. Tujuan pemberian penghargaan adalah membangkitkan atau mengembangkan minat. Jadi penghargaan ni menjadi tujuan. Tujuan pemberian penghargaan Karena telah melakukan kegiatan belajar dengan baik, ia akan terus melakukan kegiatan belajarnya sendiri di luar kelas.
    2.  Pemberian Angka atau Grade
                  Apabila pemberian angka atau grade didasarkan  atas perbandingan interpersonal dalam prestasi akademis, hal ini akan menimbulkan dua hal : anak yang mendapat angka baik dan anak yang mendapat angka jelek. Pada anak yang mendapat angka jelek mungkin akan berkembang rasa rendah diri dan tidak ada semangat ter hadap pekerjaan-pekerjaan sekolah.
                  Dalam hubungan ini, William Glasser dalam Schools without Failure (1969) (dalam Hamalik Umat, 2000:184) menyatakan “ karena  grade a tau angka itu lebih banyak menekankan kegagalan daripada keberhasilan dan karena kegagalan itu merupakan dasar bagi timbulnya masalah-masalah, maka saya menyarankan system pelaporan  kemajuan siswa  yang keseluruhannya menghilangkan kegagalan. Saya menyarankan  jangan ada siswa yang tergolomng gagal atau hal-hal yang menyebabkan a merasa gagal dengan adanya system angka”.
        
    3.  Keberhasilan   dan tingkat Aspirasi
                  Istilah “tingkat aspirasi” menunjuk kepada tingkat pekerjaan yang diharapkan pada masa depan berdasarkan keberhasilan atau kegagalan dalam tugas-tugas yang mendahuluinya. Konsep ini berkaitan erat dengan konsep seseorang tentang dirinya dan kekuatan-kekuatannya.
                  Menurur Smith apa yang dicita-citakan seseorang untuk dikerjakan pada masa datang tergantung pada pengamatannya tentang apa—apa yang mungkin baginya. Menurut Borow, tingkat aspirai banyak tergantung pada inteligensi, status social ekonomi, hubungan dan harapan orang tua. Akan tetapi faktor  yang paling kuat adalah perbandingan besar-kecilnya (proporsi) pengalaman tentang keberhasilan dan kegagalan (Hamalik, Oemar, 2000:185)
                  Dalam hubungan ini guru dapat menggunakan prinsip bahwa tujuan-tujuna harus dapat dicapai dan para siswa merasa bahwa mereka akan mampu mencapainya.
    4.  Pemberian Pujian
                  Teknik lain untuk memberikan motivasi adalah pujian. Namun harus diingat bahwa efek pujian  itu tergantung pada siapa   yang  memberi pujian dan siapa yang menerima pujian itu.  Para siswa yang sangat membutuhkan keselamatan dan harga diri, mengalami kecemasan dan merasa tergantung para orang lain akan responsive terhadap pujian. Pujian dapat  ditunjukkan  baik secara verbal maupun secara non verbal. Dalam bentuk nonverbal  misalnya anggukan kepala, senyuman atau tepukan bahu .
    5.  Kompetisi dan Kooperasi
                  Persaingan merupakan insentif pada kondisi-kondisi tertentu, tetapi dapat merusak pada kondisi yang lain. Dalam kompetisi harus terdapat kesepakatan uyan sama untuk menang. Kompetisi harus mengandung suatu tingkat kesamaan dalam sifat-sifat para peserta.
         Ada tiga jenis persaingan yang efektif:
         a.  Kompetisi interpersonal antara teman-teman sebaya sering menimbulkan semangat persaingan.
         b.  Kompetisi kelompok  di mana setiap anggota dapat memberikan sumbangan dan terlibat di dalam keberhasilan kelompok merupakan motivasi yang sangat kuat.
         c.  Kompetisi dengan diri sendiri, yaitu dengan catatan tentang prestasi terdahulu, dapat merupakan motivasi yang efektif.
                  Adapun kebutuhan akan realisasi diri, diterima oleh kelompok dan kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan dapat lebih banyak dipenuhi dengan cara kerja sama. Menurut lowry dan Rankin (1969) kerja sama adalah fungsi utama dan merupakan bentuk yang paling dasar dari hubungan-hubungan antar kelompok (dalam Hamalik, Umar, 2000: 186)
    6.  Pemberian Harapan
                  Harapan selalu mengacu ke depan Artinya, jika seseorang berhasil melaksanakan tugasnya atau berhasil dalam kegiatan belajarnya dia dapat memperole dan mencapai harapan-harapan yang telah diberikan kepadanya sebelumnya. Itu sebabnya pemberian harapan kepada siswa dapat menggugah minat dan motivasi belajar asalkan siswa yakin bahwa harapannya bakal terpenuhi kelak. Harapan itu dapat merupakan hadiah, kedudukan, nama baik, atau sejenisnya. Sebaliknya cara ini tidak menghasilkan apa-apa jika tidak memenuhi harapan yang diberikan kepada para siswa.


F.   Kerja Kelompok
Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar. Ialah suatu cara mengajar, dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang ditentukan pula oleh guru.
Robert L. Cilstrap dan William R Marti, memberikan pengertian kerja kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok untuk mengajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerja sama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan bersama.
      Adapun pengelompokkan itu biasanya didasarkan pada:
  1. Adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya.
Agar penggunaannya dapat lebih efisien dan efektif, maka siswa perlu dijadikan kelomok-kelompok kecil. Karena bila seluruh siswa sekaligus menggunakan alat-alat itu tidak mungkin. Dengan pembagian kelompok mereka dapat memanfaatkan alat-alat yang terbatas itu sebaik mungkin, tanpa saling menunggu gilirannya.
  1. Kemampuan belajar siswa
Di dalam satu kelas kemampuan belajar siswa tidak sama. Siswa yang pandai di dalam bahasa Inggris, belum tentu sama pandainya dalam pelajaran sejarah. Dengan adanya perbedaan kemampuan belajar itu, maka perlu dibentuk kelompok menurut kemampuan belajar masing-masing, agar setiap siswa dapat belajar sesuai kemampunnya.
  1. Minat Khusus
Setiap individu memiliki minat khusus yang perlu dikembangkan: hal mana yang satu pasti bereda dengan yang lain. Tetapi tidak menutup kemungkinan ada anak yang minat khususnya sama, sehingga memungkinkan dibentuknya kelompok, agar mereka dapat dibina dan mengembangkan bersama minat khusus tersebut.
  1. Memperbesar partisipasi siswa.
Di sekolah pada tiap kelas biasanya jumlah siswa terlalu besar, dan kita tahu bahwa jumlah jam pelajaran adalah sangat terbatas, sehingga dalam jam pelajaran yang sedang berlangsung sukar sekali untuk guru akan mengikutsertakan setiap murid dalam kegiatan itu. Bila itu terjadi siswa yang ditunjuk guru akan aktif, yang tidak disuruh akan tetap pasif saja. Karena itulah bila berkelompok, dan diberikan tugas yang sama pada masing-masing kelompok, maka banyak kemungkinan setiap siswa ikut serta melaksanakan dan memecahkannya.
  1. Pembagian tugas atau pekerjaan.
Di dalam kelas bila guru menghadapi suatu masalah yang meliputi berbagai persoalan, maka perlu tugas membahas masing-masing persoalan pada kelompok, sesuai dengan jumlah persoalan yang akan dibahas. Dengan demikian masing-masing kelompok harus membahas tugas yang diberikan. Itu.
  1. Kerja sama yang efektif.
Dalam kelompok siswa harus bisa bekerja sama, mampu menyesuaikan diri, menyeimbangkan pikiran/pendapat atau tenaga untuk kepentingan bersama, sehingga mencapai suatu tujuan bersama pula.
Apakah keuntungan penggunaan teknik kerja kelompok itu? Keuntungannya ialah:
-          Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau masalah.
-          Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau masalah.
-          Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.
-          Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu serta kebutuhannya belajar.
-          Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka, dan mereka lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi.
-          Dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam usahanya mencapai tujuan bersama.
Tetapi ini tidak ditunjang oleh penelitian yang khusus.
-          Kerja kelompok sering-sering hanya melibatkan kepada siswa yang mampu sebab mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang.
-          Strategi ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula.
-          Keberhasilan strategi kelompok ini tergantung kepada kemampuan siswa memimpin kekompok atau untuk bekerja sendiri.
Bentuk-bentuk kerja kelompok yang bisa dilaksanakan ialah:
a.       Keja kelompok berjangka pendek.
Bentuk ini dapat disebutu pula “rapat kilat” karena hanya mengambil waktu ± 15 menit, yang mempunyai tujuan untuk memecahkan persoalan khusus yang terdapat pada sesuatu masalah. Umpamanya: Ketika instruktur menjelaskan sesuatu pelajaran terdapat suatu masalah yang perlu didiskusikan. Guru dapat menunjuk beberapa siswa, atau membagi kelas menjadi beberapa kelompok untuk membahas masalah itu dalam waktu yang singkat.
b.      Kerja Kelompok berjangka panjang.
Pembicaraan di sini memakan waktu yang panjang, misalnya memakan waktu 2 hari, satu minggu atau mungkin tiga bulan, tergantung pada luas dan banyaknya tugas yang harus diselesaikan siswa. Apabila siswa telah menyelesaikan tugasnya di dalam suatu kelompok, ia boleh memilih membantu kelompok lain sesuai dengan minat mereka.
Kerja kelompok berjangka panjang dapat dilaksanakan dengan tujuan:
b.1.   Membahas masalah yang benar-benar ada di dalam masyarakat, umpamanya: masalah koperasi, lingkungan sehat, pembuangan sampah dan lain sebagainya. Masalah itu dibahas agar siswa mengetahui, memahami dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat tersebut.
b.2.   Memotivasi siswa ke arah kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat. Misalnya: penerangan tentang makanan sehat, penggunaan metode mengajar yang lebih efisien, menggalakkan KB dan sebagainya. Jadi dengan kerja kelompok di sini siswa dapat menerapkan teori yang dipelajari di sekolah ke dalam praktek hidup sehari-hari, di samping dapat menyumbangkan pemikirannya/ide-ide serta tenagannya bagi masyarakat sekitarnya.
b.3.   Dengan melaksanakan kerja kelompok kerja kelompok memberi pengalaman kepada siswa untuk mengenal kepemimpinan/leadership, seperti membuat rencana sebelum melakukan sesuatu pekerjaan, membagi pekerjaan, memecahkan masalah/menyelesaikan tugas dengan bekerja bersama.
b.4.   Dengan bekerja sama itu siswa dapat mengumpulkan bahan-bahan informasi atau data lebih banyak tentang berbagai jenis aspek suatu masalah di dalam waktu relatif singkat.
c.   Kerja Kelompok Campuran
Di sini siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang disesuaikan dengan kemampuan belajar siswa. Dalam kerja kelompok ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja sessuai dengan kemampuan masing-masing sehingga kelompok yang pintar dapat selesai terlebih dahulu tidak usah menunggu kelompok yang lain. Kelompok siswa yang agak lamban, diizinkan menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang sesuai dengan kemampuannya.agar kerja kelompok campuran itu mencapai sasaran, guru perlu memperhatikan hal-hal ialah harus menyediakan tugas atau kegiatan belajar yang sesuai dengan kemampuan belajar setiap kelompok, kemudian setiap tugas harus disusun sedemikian rupa sehingga setiap kelompok dapat mengerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain atau guru. Akhirnya guru harus memberi petunjuk yang jelas, sehingga siswa tahu apa yang harus dilakukan, dan apa yang diharapkan dari mereka masing-masing.
Supaya kerja kelompok dapat lebih berhasil, maka harus melalui langkah-langkah sebagai berikut:
-          Menjelaskan tugas kepada siswa.
-          Menjelaskan apa tujuan kerja kelompok itu.
-          Membagi kelas menjadi beberapa kelompok.
-          Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat laporan tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok tersebut.
-          Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung, bila perlu memberi saran/pertanyaan.
-          Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil kerja kelompok.


BAB  III
METODOLOGI PENELITIAN

            Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
            Menurut Sukidin dkk (2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian tindakan, yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental.
            Keempat bentuk penelitian tindakan di atas, ada persamaan dan perbedaannya. Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana dikutip oleh Kasbolah, (2000) (dalam Sukidin, dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap penelitian tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2) tingkat Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  antara pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3) proses yang digunakan dalam melakukan penelitian, dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah.
            Dalam penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, dimana guru sangat berperan sekali dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam bentuk ini, tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat kecil.
            Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.

A.  Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

      1.   Tempat Penelitian
                        Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di …. Tahun pelajaran …
      2.   Waktu Penelitian
                        Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret semester genap ….
      3.   Subyek Penelitian
                        Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas … tahun pelajaran … pada pokok bahasan kisah nabi Ibrahim a.s, dan nabi Ismail a.s.


B.  Rancangan Penelitian
                  Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto, Suharsimi 2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
                  Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:
1.      Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.
2.      Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
3.      Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.
4.      Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
5.      Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu. (Arikunto, Suharsimi, 2002:82-83).
            Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.









 












Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:
  1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
  2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya pengajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.
  3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
  4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
            Observasi dibagi dalam tiga siklus,  yaitu siklus 1, 2, dan seterusnya, dimana masing siklus dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Siklus ini berkelanjutan dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.

C.  Alat Pengumpul Data

                  Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang fungsinya adalah: (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu, (2) untuk menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai, dan (3) untuk memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149). Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individual maupun secara klasikal. Di samping itu untuk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa sehingga dapat dilihat dimana kelemahannya, khususnya pada bagian mana TPK yang belum tercapai. Untuk memperkuat data yang dikumpulkan maka juga digunakan metode observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh teman sejawat untuk mengetahui dan merekam aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.

D.  Analisis Data
                  Dalam rangka menyusun dan mengolah data yang terkumpul sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi digunakan data kualitatif. Cara penghitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam proses belajar mengajar sebagai berikut.
  1. Merekapitulasi hasil tes
  2. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan prosentasenya untuk masing-masing siswa dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar seperti yang terdapat dalam buku petunjuk teknis penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas secara individual jika mendapatkan nilai minimal 65, sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas belajar jika jumlah siswa yang tuntas secara individu mencapai 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 65%.
  3. Menganalisa hasil observasi yang dilakukan oleh guru sendiri selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.

BAB  IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Hubungan Pembelajaran Model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dengan Ketuntasan Belajar
                  Suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dianggap tuntas secara klasikal jika siswa yang mendapat nilai 65 lebih dari atau sama dengan 85%,  sedangkan seorang siswa dinyatakan tuntas belajar pada pokok bahasan atau sub pokok bahasan tertentu jika mendapat nilai minimal 65.
      1.   Siklus I
            a.   Tahap Perencanaan
                              Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan model pembelajaran KONTEKSTUAL MODEL GABUNGAN CERAMAH DAN KERJA KELOMPOK  , dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa.
            b.   Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
                              Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2005 di Kelas VI jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
                              Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No
Uraian
Hasil Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
70,00
15
68,18
           
                              Dari  tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada 15 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ³ 65 hanya sebesar 68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.
            c.   Refleksi
                              Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1)      Guru kurang maksimal dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran
2)      Guru kurang maksimal dalam pengelolaan waktu
3)      Siswa kurang aktif selama pembelajaran berlangsung
            d.   Refisi
                              Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1)      Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.
2)      Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan.
3)      Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
      2.   Siklus II
            a.   Tahap perencanaan
                              Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.


            b.   Tahap kegiatan dan pelaksanaan
                              Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2005 di Kelas VI dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
                              Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

                   Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No
Uraian
Hasil Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
77,73
17
79,01

                              Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 77,73 dan ketuntasan belajar mencapai 79,01% atau ada 17 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.
            c.   Refleksi
                              Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut.
1)      Memotivasi siswa
2)      Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep
3)      Pengelolaan waktu
            d.   Revisi Rancangan
                              Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain:
1)      Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung.
2)      Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya.
3)      Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep.
4)      Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
5)      Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.     
      3.   Siklus III
            a.   Tahap perencanaan
                              Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
            b.   Tahap kegiatan dan pengamatan
                              Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 18 ….. 2005 di Kelas … dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
                              Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3. Hasil Formatif Siswa Pada Siklus III
No
Uraian
Hasil Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
82,73
19
86,36

                              Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 82,73 dan dari 22 siswa telah tuntas sebanyak 19 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 86,36% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan.
            c.   Refleksi
                              Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1)      Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2)      Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
3)      Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4)      Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.
            d.   Revisi Pelaksanaan
                              Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.


B.  Pembahasan
      1.   Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
                        Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 68,18%, 79,01%, dan 86,36%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
      2.   Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
                        Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pad setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
      3.   Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran
                        Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran PAI pada pokok bahasan kisah nabi Ibrahim a.s, dan nabi Ismail a.s dengan model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  yang paling dominan adalah, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
                        Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan pengajaran konstekstual model pengajaran berbasis masalah dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

BAB  V
SIMPULAN DAN SARAN

A.  Simpulan
                  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga siklus, hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PAI.
2.      Pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (68,18%), siklus II (79,01%), siklus III (86,36%).
3.      Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  dapat menjadikan siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide dan pertanyaan.
4.      Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, serta mampu mempertanggungjawabkan segala tugas individu maupun kelompok.
5.      Penerapan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.


B.  Saran

                  Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar PAI lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1.      Untuk melaksanakan model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok  memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2.      Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3.      Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di … tahun pelajaran …
4.      Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.

Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta: Usaha Nasional.

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Hasibuan K.K. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: University Press. Univesitas Negeri Surabaya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Lampiran 1

Nilai Tes Formatif Pada Siklus I

No. Urut
Skor
Keterangan
No. Urut
Skor
Keterangan
T
TT
T
TT
1
100
Ö

12
80
Ö

2
60

Ö
13
50

Ö
3
80
Ö

14
70
Ö

4
60

Ö
15
70
Ö

5
70
Ö

16
80
Ö

6
80
Ö

17
70
Ö

7
70
Ö

18
50

Ö
8
50

Ö
19
60

Ö
9
70
Ö

20
100
Ö

10
40

Ö
21
70
Ö

11
90
Ö

22
70
Ö

Jumlah
770
7
4
Jumlah
770
8
3

0 komentar:

Posting Komentar