Welcome to Blog's Nurdilamongan.co.cc

Blogroll

Rabu, 15 Februari 2012

nurdi ; proposal tesis

PERAN KEPEMIMPINAN  KEPALA SEKOLAH DALAM
MENGEMBANGKAN MUTU SMBERDAYA GURU
DI SMA UNGGULAN BPPT AL FATTAH LAMONGAN


PROPOSAL TESIS


Diajukan Untuk Penyusunan Tesis Pada
Program Magister Manajemen Pendidikan Islam
Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Pada Semester Genap Tahun Akademi 2009/2010



 Oleh
NURDI
Nim : 087.100.34/S2









PROGRAM  MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010

PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
DALAM MENGEMBANGKAN MUTU SUMBERDAYA GURU
DI SMA UNGGULAN BPPT AL FATTAH LAMONGAN

A.  KONTEKS PENELITIAN
Pendidikan adalah sarana utama bagi suatu Negara untuk meningkatkan sumber daya manusianya dalam mengikuti perkembangan dunia. Oleh karena itu, pendidikan patut  memperoleh perhatian utama dalam perbaikan kualitas manusia. Kalau tidak, suatu bangsa akan ketinggalan dengan bangsa lainnnya di dunia. Lebih-lebih lagi dalam percaturan dunia yang menggunakan teknologi canggih dan serba tanpa batas (borderless). Upaya  meningkatkan kualitas pendidikan  membutuhkan waktu  yang panjang dengan serangkaian proses  yang teratur dan sistematis. Kualitas pendidikan  tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman, misalnya otonomi pendidikan, kebutuhan masyarakat, dan harus sesuai dengan jiwa otonomi daerah dalam mengelola sumber daya di masa depan.
Perkembangan zaman  yang makin pesat membawa perubahan alam pikir manusia, termasuk didalamnya perubahan paradigma  dalam peningkatan kualitas pendidikan. Sesuai dengan arahan Dirjen Dikdasmen, paradigma  penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan adalah (1) kegiatan pembelajaran akan bergeser  dari schooling ke learning, dari teaching ke learning (2) dari pupil  atau student  ke learner (3) dari proses  learning bisa terjadi di sekolah, rumah maupun kantor untuk membentuk  the learning society[1]  Lebih lanjut UNESCO memberikan empat pilar prinsip dasar untuk menuju paradigma baru yaitu : (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4)  learning to be[2].
1
 
Berdasarkan beberapa hal di atas, jelaslah bahwa pendidikan harus terus menerus ditingkatkan, khususnya bagi lembaga pendidikan mempunyai tugas dan tanggungjawab  yang besar  dan berat dalam menyiapkan peserta didik yang berkualitas. Salah satu unsur penting yang sangat kuat berkaitan dengan pendidikan adalah sumber daya guru atau pendidik. Di Indonesia pendidik dituntut  untuk menjadi sosok ideal. Masyarakat mengharapkan agar pendidik adalah sosok  yang dapat digugu dan ditiru. Disamping itu, supaya menjadi panutan, pendidik senantiasa  menambah ilmu pengetahuan  dan wawasan. Serta harus senantiasa mendapat pelatihan. Pendidik adalah profesi yang pada mulanya dianggap oleh masyarakat Indonesia  sebagai pekerjaan yang mulia dan luhur karena mereka adalah orang yang berilmu, berakhlaq, jujur, baik hati, disegani serta menjadi teladan masyarakat dan masih puluhan karakter lainnnya.
Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peran sangat besar dalam mengembangkan mutu sumber daya guru di sekolah. Oleh sebab itu, ia harus yakin bahwa anggota sekolahnya memerlukan standar, harapan dan kinerja bermutu tinggi. Selain itu, ia harus yakin bahwa visi sekolah harus menekankan standar pelajaran yang tinggi. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai salah satu pemimpin pendidikan. Hal ini karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selain itu, menjadi kepala sekolah professional perlu dimulai dari pengangkatan yang profesional, bahkan perlu dipilih dalam kurun waktu tertentu dan setelah itu diadakan lagi pemilihan yang baru dan kepala sekolah yang lama kembali menjadi guru. Hal ini akan menimbulkan iklim demokratis di sekolah, yang akan mendorong terciptanya iklim yang kondusif  bagi terciptanya kualitas pembelajaran yang optimal untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Hanya  dengan cara demikianlah akan tumbuh kepala sekolah yang professional yang siap mendorong visi menjadi aksi dalam paradigma baru manajemen pendidikan.[3] Sebab kepala sekolah bukan manajer sebuah unit produksi yang menghasilkan barang mati, melainkan pemimpin pendidikan yang bertanggungjawab yang harus mampu menjadikan manusia yang berkualitas baik secara ilmu pengetahuan dan secara moral serta mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, memberdayakan guru dan peserta didik untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal  mungkin.
Perbaikan mutu berkelanjutan (countinous quality improvement) harus menjadi strategi sebagai salah satu pradigma peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah. Melalui strategi peningkatan mutu diharapkan dapat mengatasi masalah rendahnya mutu pendidikan yang tidak hanya mengandalkan pendekatan yang bersifat konvensional melainkan melalui optimalisasi sumber daya dan sumber dana, yang secara langsung dapat mengembangkan kualitas pendidikan.[4]
 Kualitas sumberdaya manusia adalah kunci utama dalam pembangunan sebuah bangsa. Bangsa Indonesia tertinggal  dengan bangsa lain  karena lebih membanggakan sumber daya alamnya dari pada sumber daya manusia. Upaya peningkatan kualitas  pendidikan di Indonesia  menunjukkan  kesadaran atas pentingnya kualitas sumberdaya manusia itu bagi pembangunan bangsa.
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah karena ia merupakan pemimpin di lembaganya, maka ia harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya tujuan yang ditetapkan, ia harus mampu melihat adanya perubahan  serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan global yang lebih baik. Kepala sekolah   dalam hal ini hendaknya dipandang sebagai suatu sosok atau tokoh yang memegang tampuk pimpinan sekolah yang mempunyai kuasa menentukan kehidupan sekolah. Tugas kepala sekolah tersebut mencakup berbagai peran meliputi: edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator (EMASLIM) [5]
Dalam  kaitannya dengan kegiatan pendidikan  unsur yang sangat penting menentukan ketercapaian tujuan adalah  sumberdaya guru. Guru merupakan komponen yang layak  mendapatkan perhatian karena baik ditinjau dari segi posisi yang ditempati salam struktur  organisasi pendidikan maupun dilihat dari tugas dan kewajiban  yang diemban, guru merupakan pelaksana terdepan yang dapat menentukan dan mewarnai proses belajar mengajar serta kualitas pendidikan umumnya. Haris[6] mengungkapkan bahwa staf guru disekolah  adalah pusat bagi produktifitas sekolah dan kualitas unjuk kerja guru merupakan faktor utama yang mempengaruhi  proses belajar mengajar. Kualitas pendidikan lulusan suatu  sekolah seringkali dipandang tergantung pada peran guru dan pengelolaan komponen yang terkait dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian tentang pentingnya pengembangan sumberdaya manusia khususnya guru di lembaga pendidikan, maka diperlukan  langkah dan upaya strategis dalam pengembangan kulitasnya. Namun kenyataan dilapangan tantangan yang dihadapi oleh sekolah sangat komplek, selama ini tampak bahwa sebagian besar sekolah  belum dikelola secara memadai, untuk mengadakan perbaikan atau upaya profesionalisme umumnya masih sangat rendah terutama masalah yang berkaitan dengan kompetensi guru yaitu pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Menurut pengamatan Mulyasa[7]  krisis dilembaga pendidikan yang terjadi sebenarnya  bersumber dari rendahnya kualitas, kemampuan dan semangat sumberdaya manusia. Sementara Fajar[8] ketika mengamati  mencatat  bahwa tantangan yang dihadapi oleh pendidikan Islam  dari sisi guru  menyangkut mutu  dan kualitas serta  kualifikasi akademik. kondisi sebagian besar lembaga pendidikan Islam, khususnya dipedesaan  atau pinggiran kota masih sangat memperihatinkan, dari segi kuantitas  masih belum ada keseimbangan ratio  jumlah guru dan  murid  sementara kualitas pengajar umumnya berlatarbelakang non keguruan, disamping keadaannya tidak homogen, belum terpenuhinya standar kualifikasi pendidikan guru. Berkaitan dengan mutu sumberdaya guru, penelitian yang dilakukan oleh Tilaar[9] mengungkapkan  dari 2,17 juta  guru SD,SMP,SMA pada tahun 1998/1999  hanya 27%  yang memenuhi syarat  dan selebihnya tidak memenuhi syarat. Yang tidak memenuhi syarat  adalah 54% untuk guru SD dan 19% guru SMP/SMA. Dari 1,3 juta guru SD, sebanyak 90%  tidak memenuhi syarat  atau berijazah  kurang dari  D2. sementara kualifikasi SMP, SMA juga cukup menghawatirkan, baru 52% guru berkualifikasi S1 ke atas.
Untuk menjawab permalahan tentang banyaknnya keluan mutu guru disekolah diperlukan konsep kiat upaya dan pemikiran tentang strategi pengembangan mutu  sumberdaya guru, agar kelemahan sekolah mengenahi rendahnya kualitas sumberdaya guru  tidak berlarut larut  dan dapat diatasi dengan cepat. Strategi menurut Sudarsono[10]  adalah metode berfikir  dalam rangka mewujudkan keinginan dengan memilih cara  bertindak yang paling tepat dan disesuaikan dengan rencana yang tersedia. Tujuan dan pemilihan  strategi adalah untuk mencapai tujuan  sekolah yang telah dirumuskan dalam visi misi tujuan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Sehingga strategi pengembangan mutu sumberdaya guru menentukan aktivitas dan prioritas apa yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan dimaksud.
Abidin[11] mengemukakan untuk mendapatkan mutu sumberdaya guru  yang berkualitas tinggi diperlukan konsep dan upaya strategis pengembangannya. Ada beberapa  konsep strategis  pengembangan mutu sumberdaya guru yang ditawarkan para ahli. Abidin[12] menawarkan dua tekhnik stategi (1) dengan meningkat kecerdasan (2) meningkatkan kemampuan 3 dengan meningkatkan kesejahteraan. Sementara Susilo[13] memaparkan teknik pengembangan sumberdaya guru melalui rekrutmen, pendidikan, pelatihan, perubahan sistem. Hakim[14] menyatakan bahwa strategi pengemabangan  sumberdaya manusia melalui dua cara yaitu  (1) melalui pendekatan mutu modal manusia, pendekatan terpadu, pendekatan permasalahan (2)  melalui program magang. demikian juga Sulityo[15] memaparkan tekhnik strategi sumberdaya manusia melalui dua cara (1) meningkatkan kesejahteraan  dan (2) membangun manusia.
Adapun pendekatan pengembangan sumberdaya guru SMA Unggulan BPPT Alfattah menggunakan pendekatan sebagaimana yang ditawarkan Robert Waterman[16] yaitu pendekatan yang dikenal dengan buy approach yaitu pengembangan  yang lebh berorientasi  terhadap penarikan sumberdaya manusia/recruitmen, dan pendekatan make approach  yaitu pendekatan yang berorientasi  pada program bimbingan  pelatihan dan pendidikan pada sumberdaya manusia yang ada melalui beberapa program  kegiatan peningkatan mutu.
Jadi dapat ditarik benang merah bahwa dalam rangka pengembangan dan peningkatan sumberdaya guru dilembaga pendidikan diperlukan metode, bentuk, tehnik, dan upaya strategis untuk mewujudkan sumberdaya guru yang bermutu, profesional dan memiliki komitmen yang tinggi. Hal itu guna menanggulangi kemerosot dan penurunan mutu sumberdaya guru yang selama ini  menjadi salah satu ploblem pendidikan Islam. kemerosotan tersebut  dapat berimplikasi pada menurunnnya kualitas pendidikan disekolah.
Untuk mengungkap jawaban terhadap persoalan di atas maka peneliti melakukan penelitian tentang peran kepememimpinan dalam mengembangkan mutu sumberdaya guru dengan mengambil lokasi di SMA Unggulan BPPT A l fattah  Lamongan
Pemilihan  SMA Unggulan BPPT Al fattah  Lamongan sebagai lokasi penelitian  didasari dengan berbagai macam pertimbangan  antara lain SMA Unggulan BPPT Al fattah  Lamongan mempunyai  orientasi masa depan yakni mengarahkan anak didik  menjadi generasi yang siap hidup dizamannya; SMA Unggulan BPPT Al Fattah yang memiliki visi "Terwujudnya Sekolah Bercorak Pesantren Terbuka, Berbudaya Ilmiah, Mandiri, Berprestasi Dan Mampu Berkompetisi”.
Menurut temuan Steenbrink dalam Nurzaini[17]  dalam penelitiannya  tentang sekolah menengah atas  dikota-kota besar di Indonesia bahwa SMA Unggulan BPPT Al Fattah  termasuk sekolah menengah atas  yang berprestasi, keUnggulan  SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan  menurut penelitian  yang dilakukan  oleh tim sekolah tidak terlepas dari faktor utama yaitu keUnggulan dan kedisiplinan  yang tinggi dari kepala sekolah, guru, karyawan, prestasi  murid dan sekolah serta dukungan kuat dari pegurus Yayasan Pondok Pesantren Al fattah   Dan Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan.
Dari temuan tersebut dapat diketahui bahwa keberhasian dari SMA Unggulan BPPT Al Fattah  mewujudkan lembaga yang unggul, teladan dan prestasi  tidak lepas  dari keuanggulan sumberdaya manusia  termasuk sumberdaya guru  dan kepala sekolah. guru ditempatkan menjadi motor penggerak/change agent dan menduduki posisi sentral sebagai upaya mewujudkan obsesi sekolah menjadi sekolah unggul  dan selalu berusaha meningkatkan mutu sumberdaya guru.
Kegiatan pengembangan mutu sumberdaya guru  telah dilakukan sejak berdiri tahun 1999 hingga sekarang. Upaya dan starategis pengembangan dan pemberdayaan  mutu sumberdaya guru  yang dilakukan melalui langkah-langkah antara lain menjadikan visi misi tujuan sebagai  target pengembangan mutu sumberdaya gurunya, meruba pola pikir guru/membangun karakter positif guru/positive carakter building, yang mana hal tersebut dilakukan  sejak orientasi masuk/sejak proses recruitmen, menerapkan sistem kontrak  selama 1 tahun, proses recruitmen guru dilakukan penyaringan sangat ketat dan berlipat, ujian dilakukan secara komperhenship/masa uji coba tiga bulan yang mana kegiatan semacam itu jarang ditemukan di sekolah lain.
Untuk mewujudkan guru yang bermutu, profesional dan komitmen yang tinggi  terhadap tugas dan kewajiban  serta dijiwai semangat  ruhul jihad  dilakukan beberapa  upaya stategis  antara lain  guru dilibatkan  dalam forum forum ilmiah, seminar, lokakarya, konsorsium, melakukan kerjasama dengan pihak lain, memberikan motivasi/dorongan  kepada guru guru untuk melanjutkan  studi lanjut kejenjang yang lebih tinggi, memberikan tambahan biaya peelitian untuk melanjutkan ke studi lanjut, mengadakan magang  dan studi banding, mengadakan kolokium, serta menyediakan  sarana prasarana dalam peningkatan mutu  guru   dilingkungan SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan.
Dengan upaya-upaya  dan terobosan kebijakan yang dilakukan  dalam mengembangkan mutu sumber daya guru mendapatkan kepercayaan penuh  dari masyarakat  baik tingkat lokal maupun tingkat pusat sehingga SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan menjadi suatu sekolah   yang mampu mengaktuliasasikan diri  sebagai sekolah unggul, favorit, alternatif dan teladan yang dapat memberikan jawaban tentang permasalahan sekolah yang ada.
Salah satu lembaga pendidikan yang input siswanya mayoritas dari SMP/MTs Negeri baik didalam kabupaten maupun dari luar kabupaten Lamongan, dilihat jumlah penerimaan siswa baru antara pendaftar dan yang diterima lulus tes khusus dan umum  1:2 artinya lebih banyak pendaftar dari pada yang  diterima, segudang prestasi baik akademik maupun non akademik yang diraih, output lulusan rata-rata diterima diperguruan tinggi negeri    sedangkan input gurunya rata-rata lulusan dari perguruan tinggi negeri, semua guru sudah memenuhi standar kualifikasi akademik yang telah ditetapkan dalam undang undang guru no. 14 tahun 2005 bab 4 pasal 8, serta sistem perucrutan tenaga guru baru ditangani oleh Litbang SMA Unggulan BPPT Alfattah[18] serta suatu lembaga yang terus melakukan  upaya peningkatan  mutu  Sumberdaya guru dalam rangka mencapai sekolah yang  unggul adalah SMA Unggulan BPPT Al Fattah yang beralamatkan di Pondok Pesantren Al Fattah Desa Siman Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan yang berdiri 17 Juli 1999 berdasarkan pada MOU antara Ketua YPPF, Drs. KH Abd. Madjid Fattah dan Waka. BPPT Prof. Dr. Jose Roesma, PhD selaku pengarah P3 Iptek Pesantren, bulan Nopember 1998 yang disaksikan Menristek Prof. Dr. Zuhal, M.Sc waktu ada 87 pesantren, maka berdirilah SMA Unggulan  BPPT Al Fattah, yang pertama dan satu-satunya di Lamongan.[19] Lembaga pendidikan bernaung  di bawah Yayasan Pondok Pesantren yang memiliki beberapa unit formal maupun non formal misal;  MI Salafiyah, MTs Salafiyah, MA Salafiyah, TK Simanjaya, SMP Simanjaya, SMA 1 Simanjaya, SMA Unggulan  BPPT Al Fattah, Madrasah diniyah, Pondok Pesantren Putra putri Al Fattah, dan  Pondok Mazroatul Fattah.
Selama kurun waktu sepuluh tahun ini prestasi demi prestasi telah banyak tercetak baik ditingkat Regional maupun Nasional, seperti yang telah diekspos di surat kabar republika, sinar harapan, suara pembaharuan, jawa pos[20].
SMA Unggulan BPPT Al-Fattah sebagai lembaga yang memiliki visi dan misi menciptakan out put yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan memiliki kualitas iman dan taqwa (IMTAQ) pun di tuntut untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu sesuai dengan labelnya "Unggulan" dan keinginian semua pihak, khususnya murid. Dalam perjalanannya, SMA Unggulan BPPT Al-Fattah sekilas bisa dikatakan berhasil dalam menciptakan out put yang ber-IPTEK dan ber-IMTAQ yang tinggi, hal ini bisa dibuktikan dari nilai Ujian Nasional (UN) maupun berbagai lomba Karya Ilmiah Remaja yang telah dimenangkannya. Akan tetapi lembaga pendidikan bisa dikatakan bermutu bukan hanya karena telah berhasil mendapatkan nilai UN yang tinggi atau Juara KIR melainkan lebih pada keseluruhan mutu. Untuk mewujudkan semuanya itu tidak lepas dari peran guru tentunya. 
Disamping prestasi nyata yang diraih oleh siswa, beberapa prestasi yang diraih oleh guru SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan antara lain saat ini memiliki 3 guru petatar/triner dibeberapa lembaga di kabupaten Lamongan, tiga orang trainer bidang karya ilmiah remaja dan dua trainer IPA. Prestasi guru dan siswa tersebut menunjukkan keuanggulan sumberdaya guru yang dimiliki oleh SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan.
Adapun kualifikasi pendidikan tenaga guru SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan menunjukkan  bahwa semua tenaga guru berjumlah 30 orang guru memiliki kualifikasi akademik tinggi. Ini didukung  dengan data yang diperoleh  dari 17 guru memiiki ijazah sarjana S1 dan 13 guru berijazah pascasarjana.
Berangkat  dari kiat, bentuk, upaya yang dilakukan kepala sekolah dan komposisi  status sumberdaya guru SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan maka sangatlah menarik untuk diteliti. Oleh karena itu  peneliti tertarik  sangat tertarik untuk mengetahui  bagaimana usaha/upaya  strategis yang telah dilakukan oleh SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan dalam mengembangkan mutu  guru-gurunya, upaya upaya yang telah dilakukan oleh kepala SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan dalam meningkatkan kemampuan para guru dalam pengelolaan proses belajar mengajar demi meningkatkan prestasi belajar murid dan kualitas sekolah.
B.     FOKUS PENELITIAN
Berdasarkan Latar belakang masalah tersebut di atas, maka penelitian difokuskan pada upaya pengembangan mutu sumberdaya guru. Untuk menjawab permasalahan tersebut dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1.         Bagaimana  Keberadaan Sumberdaya guru di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan?
2.         Bagaimana  usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam melaksanakan peran kepemimpinannya mengembangkan  mutu  Sumberdaya guru  pada SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan?
3.         Bagaimana strategi kepemimpinan kepala sekolah mengantisipasi   hambatan dalam mengembangkan mutu Sumberdaya guru pada SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan?
C.    TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui keberadaan Sumberdaya guru di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan.
2.    Mengetahui usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam melaksanakan peran kepemimpinannya  mengembangkan  mutu  Sumberdaya guru  pada SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan. 
3.    Mengetahui strategi kepala sekolah mengantisipasi hambatan dalam mengembangkan mutu Sumberdaya  guru  pada SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan 
D.  MANFAAT PENELITIAN 
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, adalah :
1.    Manfaat teoritis  :
a.    Penelitian ini sedikit banyak memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pendidikan, terutama yang berkaitan dengan manajemen pendidikan
b.    Dapat menambah ilmu pengetahuan  sebagai hasil dari pengamatan langsung  serta dapat memakai penerapan disiplin ilmu yang diperoleh selain studi di perguruan tinggi.
c.    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca dan pihak-pihak yang  berkepentingan dalam mengetahui peran kepemimpina kepala sekolah.
d.   Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dasar bagi semua jenjang pendidikan terutama lembaga pendidikan yang masih berada dalam satu atap Yayasan Pondok Pesantren Al-Fattah Siman Lamongan dalam rangka pengembangan mutu sumberdaya guru.
2.    Manfaat secara praktis sebagai berikut :
a.    Informasi dan masukan yang konstruktif untuk perbaikan pengembangan sumber daya guru di SMA Unggulan BPPT Al-Fattah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi, karya –karyanya dan perkembangan akademik guru.
b.    Memberikan sumbangan pemikiran dan perbaikan dalam kepemimpian kepala sekolah
c.    Hasil penelitian  ini dapat digunaka sebagai input  bagi pemimpin  dalam menentukan kebijakan kebijakan yang berhubungan dengan kepemimpian kepala sekolah dalam pengembangan sumber daya guru
d.   Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran guna mengingkatkan kinerja kepala sekolah dalam mengembangkan mutu sumber daya guru.



E.  ORIGINALITAS PENELITIAN
Menurut sepengetahuan penulis, setelah dilakukan kajian pustaka terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu, Ada beberapa hal  yang ditemukan adanya penelitian berkaitan dengan Peran kepemimpinan Kepala Sekolah  dalam mengembangkan  Mutu  Sumberdaya guru di  SMA Unggulan  BPPT Al Fattah Lamongan. Dan  penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan  permasalahan yang di bahas dalam  penelitian ini. Diantara hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut :
1.  Komari Achmad[21] dengan judul penelitian : Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Efektivitas Pendidikan di MAN Godean, Sleman-Yogyakarta, menyebutkan bahwa penelitiannya berupaya mengungkap bagaimana Kepala Sekolah memainkan peran kepemimpinan dalam mewujudkan efektivitas pendidikan. Dari hasil penelitian tersebut dikemukakan bahwa peran kepemimpinan kepala Sekolah dalam mengembangkan efektivitas pendidikan terlihat dari :
a.  Dapat terbinanya dedikasi guru dan pegawai dalam pelaksanaan tugas dilandasi prinsip bahwa bekerja adalah ibadah dan ikhlas beramal.
b.  Meningkatnya motivasi dan semangat guru dalam melaksanakan proses pembelajaran serta meningkatnya motivasi belajar sisiwa.
c.  Makin tumbuhnya sikap rasional terutama dikalangan guru dan siswa bahwa untuk tercapainya tujuan sekolah diperlukan kerja keras  dan kesungguhan semua warga sekolah, yaitu : kepala sekolah, guru, pegawai dan siswa.
2. Penelitian yang dilakukan M. Arifin[22]  yang meneliti tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola Madrasah ibtidaiyah dan sekolah dasar berprestasi (Studi multikasus pada MIN Malang I, MI Mambaul Ulum dan SDN Ngaglik I Malang), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profesionalisme dengan peran yang dimainkan seorang pemimpin mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap prestasi pendidikan dan lembaga yang dipimpinnya, sedangkan bagaimana prilaku kepemimpinan atau wujud peran kepala sekolah dalam mengembangkan mutu belum terlihat jelas dalam penelitian ini, lebih-lebih disekolah swasta karena penelitian ini hanya disekolah negeri yang dikatakan sekolah berprestasi.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin[23] tentang Pengaruh Manajerial Kepala Madrasah dan Sumber Daya Madrasah Terhadap Kepuasan Kerja Guru MA SALAFIYAH Lamongan, dengan penelitian kuantitatif yang menggunakan Multiple Linier Regression Analysis diperoleh hasil penelitian bahwa Manajerial Kepala Madrasah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja guru MA Salafiyah, Namun menurutnya  tingkat kepuasan guru MA Salafiyah Lamongan tersebut dikatakannya belum maksimal sehingga diperlukan upaya yang keras untuk menerapkan atau melaksanakan secara maksimal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru di MA Salafiyah  Lamongan.
4.  Penelitian oleh Abd.Djalil[24] yang meneliti kepemimpinan dan inovasi pendidikan (studi kasus pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Malang), dalam penelitian ini  Abd.Djalil mengungkapkan persoalan kepemimpinan  kepala Madrasah yang terkait dengan inovasi di MIN Malang, dari  hasil penelitian tersebut dikemukakan bahwa keberhasilan inovasi Madrasah sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah, namun demikian  disini tidak terungkap secara jelas bagaimana peran kepala sekolah dalam mengadakan perubahan, baik prilakunya terhadap bawahan yang menerima atau menolak perubahan tersebut.
5.  Iffah Nugrahani[25] dengan penelitian yang berjudul : Peran Kepala sekolah SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta dalam Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, mengemukakan bahwa SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta dalam Pengembangan KBK, Kepala Sekolah memiliki kewenangan, tugas dan tangungjawab yang besar, sehingga sebagai jabatan formal ia juga berperan sebagai pemimpin pendidikan, pengelola sekaligus staf sekolah berupaya mewujudkan konsep, gagasan dan realitas sebagai sekolah Unggulan dengan melakukan penerapan MBS, pemanfaatan libur hari minggu, pengajaran bahasa asing, pesantren kilat, komputer (internet) sebagai media pembelajaran, kedisiplinan kerja, SDM pelaksana pendidikan dan pemantapan budi pekerti. Sedangkan kendala yang dihadapi dalam pengembangan KBK terkait dengan pengelolaan kurikulum, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian. Sebagai solusinya pihak sekolah terus mengembangkan kemampuan dan profesionalisme kepala sekolah .
6.  Penelitian Sagino[26] tentang Peran Kepala Sekolah dalam pengembangan budaya kualitas kerja guru dan karyawan MAN Wonokromo,  menyebutkan bahwa penelitian berupa studi kasus pada MAN Wonokromo, Pleret-Bantul ini berupaya mendeskripsikan kondisi budaya kerja guru dan karyawan serta usaha-usaha kepala sekolah dalam pengembangan budaya kualitas kerja dan hambatan yang dihadapi dalam pengembangan budaya kualitas kerja.
Dari keenam penelitian diatas dapat dipaparkan persamaaan dan perbedaan kajian tentang peran kepemimpinan  kepala sekolah dalam mengembangkan mutu sumberdaya guru,   sebagai berikut :

No

Nama Peneliti
Judul & tahun penelitian

Per
samaan

Per
bedaan

Orisinalitas
Penelitian
1
2
3
4
5
1
Komari Achmad, Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Efektivitas Pendidikan di MAN Godean, Sleman – Yogyakarta, 2005
Peran kepemimpinan, kepala sekolah
Peningkatan efektifitas pendidikan
Penelitiannya berupaya mengungkap bagaimana Kepala Sekolah memainkan peran kepemimpinan dalam mewujudkan efektivitas pendidikan. Dari hasil penelitian tersebut dikemukakan bahwa peran kepemimpinan kepala Sekolah dalam mengembangkan efektivitas pendidikan terlihat dari
a. Dapat terbinanya dedikasi guru dan pegawai dalam pelaksanaan tugas dilandasi prinsip bahwa bekerja adalah ibadah dan ikhlas beramal.
b. Meningkatnya motivasi dan semangat guru dalam melaksanakan proses pembelajaran serta meningkatnya motivasi belajar sisiwa.
c. Makin tumbuhnya sikap rasional terutama dikalangan guru dan siswa bahwa untuk tercapainya tujuan sekolah diperlukan kerja keras  dan kesungguhan semua warga sekolah, yaitu : kepala sekolah, guru , pegawai dan siswa.
2
M.Arifin, Kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola Madrasah ibtidaiyah dan sekolah dasar berprestasi (Studi multikasus pada MIN Malang I, MI Mambaul Ulum dan SDN Ngaglik I Malang,1998
Kepemimpinan kepala sekolah
Pengelolaan
Penelitian ini menunjukkan bahwa profesionalisme dengan peran yang dimainkan seorang pemimpin mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap prestasi pendidikan dan lembaga yang dipimpinnya, sedangkan bagaimana prilaku kepemimpinan atau wujud peran kepala sekolah dalam mengembangkan mutu belum terlihat jelas dalam penelitian ini, lebih-lebih disekolah swasta karena penelitian ini hanya disekolah negeri yang dikatakan sekolah berprestasi
3
Jamaludin, Pengaruh Manajerial Kepala Madrasah dan Sumber Daya Madrasah Terhadap Kepuasan Kerja Guru MA SALAFIYAH Lamongan, 2005
Manajerial kepala sekolah, guru
Kepuasan kerja
Hasil penelitian bahwa Manajerial Kepala Madrasah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja guru MA Salafiyah, Namun menurutnya  tingkat kepuasan guru MA Salafiyah Lamongan tersebut dikatakannya belum maksimal sehingga diperlukan upaya yang keras untuk menerapkan atau melaksanakan secara maksimal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru di MA Salafiyah  Lamongan
4
Djalil , Abdul 1999, Kepemimpinan dan inovasi pendidikan  (studi kasus  di madrasah ibtidaiyah negeri 1 Malang) 1999
Kepemimpinan kepala madrasah
Inovasi pendidikan
Penelitian ini Abd.Djalil mengungkapkan persoalan kepemimpinan  kepala Madrasah yang terkait dengan inovasi di MIN Malang, dari  hasil penelitian tersebut dikemukakan bahwa keberhasilan inovasi Madrasah sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah, namun demikian  disini tidak terungkap secara jelas bagaimana peran kepala sekolah dalam mengadakan perubahan perubahan, baik prilakunya terhadap bawahan yang menerima atau menolak perubahan tersebut
5
Iffah Nugrahani dengan penelitian yang berjudul : Peran Kepala sekolah SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta dalam Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2007
Peran kepala sekolah
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
Penelitian ini mengemukakan bahwa SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta dalam Pengembangan KBK, Kepala Sekolah memiliki kewenangan, tugas dan tangungjawab yang besar, sehingga sebagai jabatan formal ia juga berperan sebagai pemimpin pendidikan, pengelola sekaligus staf sekolah berupaya mewujudkan konsep, gagasan dan realitas sebagai sekolah Unggulan dengan melakukan penerapan MBS, pemanfaatan libur hari minggu, pengajaran bahasa asing, pesantren kilat, komputer (internet) sebagai media pembelajaran, kedisiplinan kerja, SDM pelaksana pendidikan dan pemantapan budi pekerti. Sedangkan kendala yang dihadapi dalam pengembangan KBK terkait dengan pengelolaan kurikulum, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian. Sebagai solusinya pihak sekolah terus mengembangkan kemampuan dan profesionalisme kepala sekolah .
6
Sagino, Peran Kepala Sekolah dalam pengembangan budaya kualitas kerja guru dan karyawan MAN Wonokromo, Pleret-Bantul
Peran kepala sekolah, guru
Pengembangan budaya kualitas kerja
Penelitian berupa studi kasus pada MAN Wonokromo, Pleret-Bantul ini berupaya mendeskripsikan kondisi budaya kerja guru dan karyawan serta usaha-usaha kepala sekolah dalam pengembangan budaya kualitas kerja dan hambatan yang dihadapi dalam pengembangan budaya kualitas kerja. Dari hasil penelitiannya terdapat beberapa hal :
1.Kondisi budaya kerja yang dimiliki guru dan karyawan perlu. peningkatan terutama tentang didiplin anggaran dan disiplin kerja.
2. Ada 3 upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya kualitas kerja pada MAN Wonokromo, Pleret – Bantul, yaitu
(a). Melaksanakan KBM dengan pembagian tugas mengajar sesuai pendidikannya, penyusunan jadwal KBM dan pembuatan administrasi kelas. (b).Pengadaan perangkat administrasi dan penyusuanan administrasi guru. (c). Mengembangkan profesio nalitas guru dengan mengikut sertakan penataran, pelatihan ke jenjang yang lebih tinggi .
3. Sedangkan hambatan yang dihadapi adalah masalah biaya dan SDM, budaya ”menunggu perintah” dan ”ewuh pakewuh” serta sarana dan prasarana kerja yang belum maksimal.

Setelah melihat hasil uraian penelitian diatas, sepengetahuan penulis belum ditemukan kajian tentang peran kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan mutu sumber daya guru. Dengan demikian, melalui penelitian ini  penulis mencoba  menggambarkan bagaimana peran kepemimpinan kepala SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan  dalam mengembangkan mutu  sumberdaya guru.
F. DEFINISI ISTILAH
1.    Peran adalah posisi  atau kedudukan seseorang.
2.    Kepala sekolah seorang guru yang diberikan tugas memimpin lembaga pendidikan/sekolah, kepala sekolah pada SMA Unggulan BPPT Al Fattah   yang memiliki peran sebagai edukator, manajer, administrator, supervisi, leader, inovator, motivator
3.    Sumberdaya   yang dimaksud adalah potensi yang ada pada guru.
4.    Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Atau pendidik profesional  dengan tugas utama  mendidik mengajar membimbing mengarahkan melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan.


Jadi yang dimaksud  dengan judul tesis : Peran  kepemimpinan Kepala Sekolah dalam mengembangkan mutu sumberdaya guru adalah ikhtiar, upaya, strategi dan tindakan nyata  yang dilakukan kepala sekolah  dalam menjalankan peran dan tugasnya untuk mendesain dan menetapkan kebijakan dalam rangka membina dan mengembangkan mutu sumberdaya guru.

G. KAJIAN PUSTAKA
1.      KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
1.    Arti Kepemimpinan  Kepala Sekolah
Adapun pengertian "kepemimpinan" itu bersifat universal, berlaku dan terdapat pada pelbagai bidang kegiatan hidup manusia. Oleh karena itu maka sebelum dibahas pengertian kepemimpinan yang khusus menjurus kepada bidang pendidikan, maka pengertian ke­pemimpinan yang bersifat universal itulah yang perlu dipahami lebih dahulu.
Menurut Goetsch dan Stanley[27] kepemimpinan adalah kemampuan untuk menginspirasikan orang guna menciptakan satu komitmen total, diinginkan dan sukarela terhadap pencapaian tujuan organisasional atau melebihi pencapaian tujuan tersebut. Selanjutnya Terry, juga mengatakan bahwa kepemimpinan adalah hubungan di mana satu orang yakni pemimpin, mempengaruhi pihak lain untuk dapat bekerja sama dalam upaya mencapai tujuan. Dari pengertian itu, dapat diketahui bahwa pemimpin berhubungan dengan sekelompok orang.[28]
Sedangkan menurut Kimball Wiles, dengan secara singkat mendefinisikan kepemimpinan itu dari sudut pandangan yang agak berbeda, dan dengan "scope" pengertian yang lebih luas. Beliau me­ngatakan bahwa : Leadership is any contribution to the establishment and attainment of group purposes.[29] Beliau tidak memandang kepemimpinan itu sebagai satu kesiapan, kemampuan atau energi belaka, tetapi ia lebih me­nekankan kepemimpinan itu sebagai satu sumbangan dari se­tiap orang yang dapat bermanfaat di dalam penetapan dan pencapaian tujuan "group" secara bersama.
Pada pembahasan konsep perilaku kepemimpinan perlu kiranya diuraikan istilah kepemimpinan. Dalam bahasa Inggris, istilah kepemimpinan diartikan leadership. Seiring dengan istilah tersebut, Soehardjono[30]  memaparkan istilah kepemimpinan (leadership) secara etimologis, leadership berasal dari kata “to lead” (bahasa: Inggris) yang artinya memimpin. Selanjutnya timbulah kata “leader” artinya pemimpin yang akhirnya lahir istilah leadership yang diterjemahkan kepemimpinan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah pemimpin diartikan sebagai pemuka, penuntun (pemberi contoh) atau penunjuk jalan. Jadi secara fisik pemimpin itu berada di depan. Tetapi pada hakekatnya, di manapun tempatnya, seseorang dapat menjadi pemimpin dalam memberikan pimpinan. Hal ini sesuai dengan ungkapan umum Ki Hajar Dewantoro yang terkenal “ing ngarsa asung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” artinya, jika ada di depan memberikan contoh, di tengah-tengah mendorong tumbuh dan lahirnya kehendak yang nyata, sedangkan apabila berada di belakang dapat memberikan pengaruh yang menentukan.
Jadi dapatlah disimpulkan bahwa kepemimpinan itu tidak lain daripada kemampuan memimpin seseorang yang diproyeksikan ke dalam bentuk-bentuk kegi­atan atau proses mempengaruhi, membimbing, menggerakkan dan mengarahkan orang lain, sehingga mereka itu mau ber­buat, dan bertanggungjawab.
2.Syarat-Syarat Kepemimpinan 
Pemimpin pendidikan untuk memangku jabatan yang dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan memainkan peranannya sebagai­pemimpin yang baik dan sukses, maka dituntut beberapa persyaratan jasmani, rohani dan moralitas yang baik, bahkan persyaratan sosial ekonomis yang layak. Akan tetapi pada bagian ini yang akan dikemukakan hanyalah persyaratan- persyaratan kepribadian dari seorang pemimpin yang baik. Persyaratan- persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Rendah hati dan sederhana
2.    Bersifat suka menolong
3.    Sabar dan memiliki kestabilan emosi
4.    Percaya kepada diri sendiri
5.    Jujur, adil dan dapat dipercaya
6.    Keahlian dalam jabatan.[31]
Selain itu, kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus  :
1.    Memberikan kesempatan kepada anggota untuk berpartisipasi dalam proses perubahan guna merefleksikan praktek dan mengembangkan pemahaman personal tentang sifat dan implikasi perubahan terhadap diri mereka;
2.    Mendorong mereka yang terlibat dalam imple­mentasi perbaikan untuk membentuk kelompok-­kelompok sosial dan membangun tradisi saling mendukung selama proses perubahan;
3.    Membuka peluang feedback positif bagi semua pihak yang terlibat dalam perubahan; dan
4.    Harus sensitif terhadap outcomes proses pengem­bangan dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi feedback yang dibutuhkan, kemudian menindak­lanjutinya dengan melibatkan beberapa pihak dalam mendiskusikan ide-ide dan prakteknya .[32]
3.  Jenis-Jenis Kepemimpinan 
Dalam era desentralisasi dan otonomi pendidikan, kepemimpinan kepala sekolah perlu diberdayakan dalam rangka mencapai keberhasilan program pendidikan yang lebih baik. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabanya. Kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi (1)perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pengarahan; dan (4) pengawasan .
Peran Kepemimpinan kepala sekolah tersebut sangat penting dalam proses peningkatan mutu sumberdaya guru. Peran tersebut meliputi:
a. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
Visi sangat penting dalam menemukan arah dan tujuan suatu organisasi. Seorang kepala sekolah harus memiliki visi yang jelas dalam mengelola sekolah. Dalam merumuskan visi, seorang kepala sekolah harus melibatkan dan memperhatikan kemauan dan aspirasi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder). Dalam nenyusun visi, indikator-indikator yang perlu diperhatikan yaitu (1) berorientasi ke masa depan dalam kurun waktu tertentu, misalnya 10 tahun. (2) keyakinan akan keadaan masa depan yang lebih baik, sesuai dengan norma dan harapan masyarakat. (3)mencerminkan standar keUnggulan dan cita-cita tinggi yang hendak dicapai serta kompetensi yang hendak dihasilkan. (5)mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat, dan komitmen warga sekolah. (6)menjadi dasar bagi perubahan dan pengembangan sekolah secara sistemik dan rasional. (7) menjadi dasar dan acuan bagi perumusan misi, tujuan, dan sasaran serta pelaksanaannya.[33]
Selanjutnya, misi dapat disusun berdasarkan visi yang telah ditetapkan bersama. Misi yang dirumuskan harus dapat menjelaskan semua tujuan suatu organisasi. Misi biasanya dituangkan dalam kalimat pendek sehingga mudah diingat dan komunikatif. Misi yang demikian diharapkan dapat memberikan pedoman terhadap apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam suatu organisasi.[34]
Setelah merumuskan visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan. Jika visi dan misi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara ideal, maka tujuan yang ditentukan dikaitkan dengan program sekolah biasanya hanya jangka waktu 4 tahun. Dengan kata lain, tujuan dapat terwujud sebagian dari visi.
Langkah selanjutnya adalah menentukan sasaran. Sasaran adalah tujuan yang dirumuskan dengan memperhitungkan tantangan nyata yang dihadapi sekolah serta harus memperhatikan visi, misi dan tujuan sekolah yang sudah ditentukan.
b. Menyusun Rencana Peningkatan Mutu
Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan yang telah diputuskan, kepala sekolah bersama-sama dengan semua unsur yang terkait membuat perencanaan untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Rencana ini harus menjelaskan secara detail tentang aspek-aspek mutu yang diinginkan, kegiatan yang harus dilakukan, siapa yang harus melaksanakan,kapan dan di mana dilaksanakan, dan berapa biaya yang diperlukan untuk merealisasikan kegiatan tersebut. Hal ini dilakukan untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun masyarakat, baik secara moral maupun finansial untuk melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan.
c. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
Dalam melaksanakan rencana program peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan target-target yang ditetapkan. Kepala sekolah dan guru hendaknya mendayagunakan sumber daya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin baik sumber daya manusia maupun sumber daya selebihnya, menggunakan pengalaman-pengalaman masa lalu yang dianggap efektif, dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran kepala sekolah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program kegiatan yang diproyeksikan dapat membebaskan diri dari ketertarikan-ketertarikan birokratis yang biasanya banyak menghambat penyelenggaraan pendidikan.
d. Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap Akhir caturwulan/semester untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap. Bilamana pada satu semester dinilai adanya faktor-faktor yang tidak mendukung, maka sekolah harus memperbaiki pelaksanaan program peningkatan mutu pada semester berikutnya. Evaluasi jangka menengah dilakukan pada setiap akhir tahun, untuk mengetahui seberapa jauh program peningkatan mutu telah mencapai sasaran-sasaran mutu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemahan program untuk diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya. Dalam melaksanakan evaluasi, kepala sekolah harus mengikutsertakan setiap unsur yang terlibat dalam program, khususnya guru dan tenaga lainnya agar mereka dapat menjiwai setiap penilaian yang dilakukan dan memberikan alternatif pemecahan. Demikian pula, orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai pihak eksternal harus dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah dilaksanakan.[35] Dengan demikian, sekolah mengetahui bagaimana sudut pandang pihak luar bila dibandingkan dengan hasil penilaian internal. Suatu hal yang bisa terjadi bahwa orang tua peserta didik dan masyarakat menilai suatu program gagal atau kurang berhasil, walaupun pihak sekolah menganggapnya cukup berhasil. Yang perlu disepekati adalah indikator apa saja yang perlu ditetapkan sebelum penilaian dilakukan.
Berkaitan dengan tuntutan era desentralisasi dan otonomi pendidikan tersebut, terdapat tiga jenis kepemimpinan yang dipandang representatif, yaitu: kepemimpinan transaksional, kepemimpinan trans­formasional dan kepemimpinan visioner.[36]
Kepemimpinan Transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan.[37] Pola hubungan yang dikembangkan kepemimpinan transaksional adalah berdasarkan suatu sistem timbal balik  (transaksi) yang sangat menguntungkan (mutual system of reinforcement), yaitu pemimpin memahami kebutuhan dasar para pengikutnya dan pemimpin menemukan penyelesaian atas cara kerja dari para pengikutnya tersebut. Sedangkan Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai, orangtua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Oleh karena itu, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini tapi di masa datang. Oleh karena itu, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang dapat dikatakan sebagai pemimpin yang visioner.[38] Selain itu, pemimpin transformasional juga  agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik. Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin transformasional karena ia berperan meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.
Menurut Covey dan Peters seperti yang dikutip Aan Komariah dan Cepi Triatna,[39] mengatakan bahwa seorang pemimpin transformasional harus memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistis tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai. Inilah yang menegaskan bahwa pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mendasarkan dirinya pada cita-cita di masa depan, terlepas apakah visinya itu visioner dalam arti diakui oleh semua orang sebagai visi yang hebat dan mendasar.
Seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya. Makna simbolis daripada tindakan seorang pemimpin transformasional adalah lebih penting daripada tindakan aktual. Nilai-nilai dasar yang terpenting dan dijunjung tinggi pemimpin adalah segala-galanya, dan dapat dijadikan rujukan untuk dijadikan nilai-nilai dasar organisasi (basic values) yang dijunjung oleh seluruh staf.
Menjadi tugas pemimpin mentransformasikan nilai organisasi untuk membantu mewujudkan visi organisasi. Seorang transformasional adalah seorang yang mempunyai keahlian diagnosis, selalu meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek.
Sedangkan kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengomunikasikan/mensosialisasikan/ mentransformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial di antara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personel.[40]
Kepemimpinan visioner salah satunya ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga dari rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut dikenal dengan penentuan sasaran bidang hasil pokok.
Kepemimpinan pendidikan yang visioner pada gilirannya akan menunjukkan kepemimpinan yang berkualitas. John Adair seperti dikutip Aan Komariah dan Cepi Triatna, mengemukakan ciri-ciri pemimpin yang berkualitas, yaitu :
1.    Memiliki Intergritas Pribadi;
2.    Memiliki Antusiasme Terhadap Perkembangan Lembaga Yang Dipimpinnya;
3.    Mengembangkan Kehangatan, Budaya, Dan Iklim Organisasi;
4.    Memiliki Ketenangan Dalam Manajemen Organisasi;
5.    Tegas Dan Adil Dalam Mengambil Tindakan/Kebijakan Kelembagaan.[41]

4. Gaya Kepemimpinan
Gaya atau sikap kepemimpinan secara umum adalah sebuah kualitas yang tersembunyi yang akan mendapatkan sebuah kepercayaan, kerjasama serta kejujuran akan menentukan kualitas atau lemahnya dalam mengembangkan organisasi yang dipimpinnya, yang dimaksud kualitas dalam hal ini antaralain pembawaan, penampilan diri, kelakuan diri pada setiap waktu, komunikasi/bahasa juga suatu sikap yang harus diperhatikan, suka menegur secara lisan jika diperlukan, kritik, makian atau pengumpatan setiap anggota kelompok/unit harus dihindari, sikap suka menyindir/sindiran tidak menghasilkan sesuatu yang baik, sedapat mungkin harus dapat menguasai diri sehingga jika digambarkan akan muncul sebuah ikhtiar.
Sikap Pemimpin : Penampilan baik fisik maupun moral, Integritas, Cara memutuskan, Adil, Dapat diandalkan. Berpengetahuan, Daya tahan,  Kesetiaan, Semangat, Tegas, Inisiatif, Hati-hati
Dari beberapa indikasi diatas gaya atau sikap pemimpin sangat dipengaruhi oleh berbagai jenis model kepemimpinan berdasarkan organisasi apa yang dipimpinnya, maksudnya model kepemimpinan dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada konsep gaya kepemimpinan yang menjadi dasar berpijaknya.
Gaya yang beraneka ragam akan menghasilkan serta menunjukkan berbagai teori maupun pendekatan-pendekatan yang bermacam-macam. Dengan kondisi yang demikian ini, maka efektifitas sebuah kepemimpinan dapat teridentifikasi dengan berbagai kriterianya dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan.
Sebuah kepemimpinan Kepala Sekolah akan efektif sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan terhadap para bawahan (guru dan karyawan). Harsey dan Blanchad (1977:135) dalam Sugeng[42] menjelaskan :
The Style of leader is the consistent behavior pattens that they use when they are working with and trhough other people as perceived by those people. Artinya bahwa Gaya kepemimpinan adalah pola prilaku para pemimpin yang konsisten mereka gunakan ketika mereka bekerja dengan dan melalui orang lain seperti yang dipersepsi orang-orang itu.
Suatu gaya kepemimpinan yang efektif jika mengandung unsur-unsur mempengaruhi, mendorong (memotivasi) mengarahkan serta menggerakkan para bawahannya sesuai dengan kondisi agar mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan dedikasi yang tinggi dalam mencapai tujuan, dalam hal ini ada 2 pendekatan yang perlu ada yaitu pendekatan rasional dengan indikatornya :
a.  Melihat pengambilan keputusan sebagai suatu proses dan bukan tindakan sekali jadi
1.    Menyadari pentingnya model, teknik dan metode pengambilan keputusan membenarkan jalan keluar yang ditempuh berdasarkan metode yang dipilih.
2.    Mendefinisikan kendala-kendala pada permulaan proses pengambilan keputusan berlangsung.
3.    Menjatuhkan pilihan atas satu alternatif tertentu dengan cepat.
4.    Terus berusaha memperjelas situasi problematik yang dihadapi.
5.    Terus berusaha mencari informasi baru.
6.    Terus berusaha untuk mengembangkan diri dan menambah wawasan pengetahuan.
7.    Menuntaskan tindakan yang telah mulai diambil.
b.  Sedangkan pendekatan inisiatif kebalikan dari pendekatan rasional.
Gaya pemimpin akan :
1.    Selalu memperhatikan keseluruhan situasi problematik yang dihadapinya.
2.    Terus menerus mempertajam rumusan permasalahan yang dihadapi dalam pikirannya.
3.    Membenarkan keputusan yang diambilnya berdasarkan hasil akhir yang dicapai.
4.    Mempertimbangkan berbagai alternatif dan pilihannya secara serentak.
5.    Bergerak dari satu langkah dalam proses analisis kelangkah yang lain dan kembali lagi ke langkah semula.
6.    Menjajaki dan mengambalikan berbagai alternatif dengan cepat[43].
Sedangkan Hersey dan Blancharde  menjelaskan bahwa gaya Kepala Sekolah yang efektif ada 4 macam yaitu :
1.    Gaya Instruktif, penerapannya pada bawahan (guru dan karyawan) masih bermuatan baru bertugas.
2.    Gaya Konstruktatif, penerapannya pada bawahan (guru dan karyawan) yang memiliki kemampuan tinggi namun kemauan rendah.
3.    Gaya Partisipatif, penerapannya pada bawahan (guru dan karyawan) yang memiliki kemampuan rendah, namun memiliki kemauan kerja yang tinggi.
4.    Gaya Delegatif, penerapannya pada bawahan (guru dan karyawan) yang memiliki kemampuan tinggi dan kemauan tinggi.
Dari ke empat gaya kepemimpinan tersebut diatas memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
     a.  Gaya pertama kepemimpinan instruktif mencakup :
1.    Memberi pengarahan secara spesifik tentang apa, bagaimana, dan kapan kegiatan dilakukan.
2.    Kegiatan lebih banyak diawasi secara ketat
3.    Kadar direktif tinggi
4.    Kadar suportif rendah
5.    Kurang dapat meningkatkan kemampuan pegawai
6.    Kemampuan motivasi pegawai rendah, dan
7.    Tingkat kematangan bawah rendah.
b. Gaya kedua kepemimpinan konsultatif ciri-cirinya antara lain :
1.    Kadar direktif rendah
2.    Kadar suportif tertinggi
3.    Komunikasi dilakukan secara timbal balik
4.    Masih memberikan pengarahan yang spesifik
5.    Pimpinan secara bertahap memberikan tangung jawab kepada bawahan/pegawai walaupun bawahan masih dianggap belum mampu dan tingkat kematangan bawahan rendah ke sedang.
c. Gaya ketiga kepemimpinan partisipatif dengan ciri-cirinya :
1.    Pimpinan melakukan komunikasi dua arah
2.    Secara aktif mendengar dan respon semua kesukaran bawahan
3.    Mendorong bawahan untuk menggunakan kemampuan secara operasional
4.    Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan
5.    Mendorong bawahan untuk berpartisipasi dan tingkat kematangan bawahan dari sedang ke tinggi; kepemimpinan ini juga dikenal dengan istilah kepemimpinan terbuka, bebas atau non directive. Pemimpin dengan pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Sebab hanya menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembangkan strategi dan jalan keluarnya. Tugas pemimpin adalah mengarahkan team untuk tercapainya konsensus. Asumsi model atau gaya kepemimpinan sejati ini adalah bahwa para karyawan akan lebih siap menerima tanggung jawab terhadap solusi tujuan dan strategi dimana mereka diberdayakan untuk mengembangkan. Kelemahannya adalah pembentukan konsensus banyak membuang waktu dan hanya berjalan bila semua orang yang terlibat memiliki komitmen terhadap kepentingan utama organisasi.
d. Gaya keempat Kepemimpinan delegatif mempunyai ciri-ciri :
1.    Memberikan pengarahan bila diperlukan saja
2.    Memberikan suport dianggap tidak perlu lagi
3.    Penyerahan tanggung jawab kepada bawahan untuk mengatasi dan menyelesaikan tugas.
4.    Tidak perlu memberi motivasi tingkat kematangan bawahan sangat tinggi.
Secara umum baik diketahui maupun pengamatan para ahli seorang pemimpin dalam melakukan proses kepemimpinan digolongkan dalam : (1) Otokratis (2) Militeristis (3) Paternalistis (4) Kharismatis (5) Laisses faire (6) Demokratis.
Secara otokratis adalah model kepemimpinan yang tidak menyenangkan, mensejahterakan dan melindungi bawahannya. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik pimpinan itu sendiri, seperti menganggap bahwa organisasi/lembaga adalah miliknya sendiri. Tindakannya sebagai orang yang diktator terhadap para anggota organisasinya dengan asumsi mereka adalah para bawahan dan merupakan sebagai alat bukan sebagai manusia. Begitu juga dalam menggerakkan anggota organisasi memakai unsur-unsur paksaan, ancaman-ancaman pidana. Bawahan hanya menurut dan menjalankan perintah-perintahnya tidak membantah karena pemimpinan model otokratis adalah pemimpin anti kritik, saran maupun pendapat. Kepemimpinan model ini juga sebuah kepemimpinan yang dikendalikan oleh seseorang yang mempunyai harga diri tinggi, orang lain dianggap bodoh bahkan dianggap tidak ada, tidak berpengalaman dan layak untuk dibimbing.
Indikator lain pemimpin otokratis adalah pemimpin yang merasa pandai dalam bidang dan bagiannya, tingkah laku dalam mengarahkan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan disusun sendiri sebelumnya. Segala keputusan dan kebijakan berada di tangannya, dia menganggap oleh orang lain dianggap lebih mengetahui dari pada orang lain dalam kelompok organisasi tersebut, keputusannya dianggap sah bawahannya mengikuti tanpa ada pertanyaan, sehingga pemimpin semacam ini dianggap super.
Secara militeristis, seseorang dikatakan sebagai pimpinan yang militeristis, jika pimpinan tersebut memiliki beberapa indikator sifat antara lain: (a) untuk menggerakkan bawahannya ia menggunakan sistim perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan (b) gerak-geriknya senantiasa tergantung pada pangkat dan jabatan (c) senang akan sesuatu yang bergaya formalitas secara berlebih-lebihan (d) menuntut bawahannya untuk senantiasa disiplin keras serta kaku terhadap bawahannya (e) menyukai upacara-upacara (seremonial) dalam berbagai hal dan keadaan (f) tidak mau menerima kritik dari bawahannya[44]  
Secara Paternalistis : Pimpinan yang mempunyai sifat ke Bapak-Bapakan. Dalam pengertian ini semua bawahannya atau anak buahnya dianggap sebagai anak-anak atau manusia yang belum dewasa sehingga dalam berbagai hal masih membutuhkan bantuan, perlindungan yang kadang-kadang berlebih-lebihan.
Pemimpin yang dengan tipe seperti ini jarang bahkan tidak pernah memberikan kesempatan kepada anak buahnya untuk bertindak sendiri, berinisiatif atau mengambil sebuah keputusan jarang ada kesempatan bagi bawahannya untuk berkreasi dan mewujudkan angan-angannya. Segi lain yang ada pada pimpinan ini adalah tidak ada sifat keras atau kejam terhadap para bawahannya karena dalam segala hal sikapnya ramah dan baik, walaupun ada sikap negatifnya yakni sok maha tahu, namun dalam hal-hal tertentu tipe pemimpin seperti ini diperlukan, namun secara umum pimpinan seperti ini kurang baik [45].
Secara Kharismatis, Kepemimpinan seperti ini belum ada penemuan dari para sarjana tentang sebab-sebab seorang pemimpin mempunyai kharisma, yang ada adalah pemimpin tersebut mempunyai daya tarik yang sangat besar dan jumlah pengikutnya cukup besar, dalam hal ini pun pengikut tidak dapat menjelaskan mengapa menjadi mengikutinya. Onong Uchjana mendefinisikan kepemimpinan kharismatis adalah kepemimpinan yang berdasarkan kepercayaan kesetiaan maupun kepatuhan para pengikutnya didasarkan pada kepercayaan semata, karena ada rasa mencintai, menghormati dan mengaguminya. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemimpin kharismatis bukan karena benar dan tidaknya apa yang dilakukan terutama dalam menguasai para bawahannya hanya disebabkan oleh kepercayaan yang luar biasa pada kemampuannya tersebut. Dengan kata lain pemimpin kharismatis adalah pemimpin yang mempunyai kekuatan ghaib atau sakti yang secara ilmiah tidak dapat diterapkan dapat juga dikatakan sebagai seorang pemimpin yang mempunyai kemampuan luar biasa di luar kemampuan manusia biasa
Kemungkinan-kemungkinan indikator yang dimiliki oleh pemimpin kharismatis yakni akan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, rasa percaya diri serta pendirian dalam keyakinan-keyakinan maupun cita-cita yang ada pada dirinya sendiri. Kebutuhan akan kekuasaan akan memotivasi pemimpin tersebut untuk mencoba mempengaruhi para pengikut. Rasa percaya diri dan pendirian yang kuat meningkatkan rasa percaya diri para pengikut terhadap pertimbangan dan pendapat pemimpin tersebut. Pemimpin dengan pola serta ciri yang demikian ini akan lebih kecil kemungkinannya akan mencoba untuk mempengaruhi orang jika hendak mempengaruhi kemungkinan keberhasilannya adalah sangat kecil.
Secara ilmiah para sarjana belum menemukan sebuah teori tentang sebab-sebab seorang pemimpin mempunyai kharisma tetapi mempunyai daya tarik yang amat besar dan umumnya mempunyai pengikut yang amat besar, walaupun pengikutnya tidak dapat menjelaskan mengapa menjadi pengikutnya. Menurut Onong Uchjana Efendi, beliau mengatakan kepemimpinan kharismatis yaitu: Kepemimpinan berdasarkan kepercayaan. Sedangkan menurut Thomas Edow dalam karyanya: ”The Theory of Charisma yang menganalisa secara kritis pendapat Maz Weber yang mengatakan kekuasaan kharismatis terjadi jika hasrat seseorang akan kekuatan yang ghaib, luar biasa, dan melebihi kekuatan manusia diakui oleh orang-orang lain sebagai landasan yang sah bagi ikut sertanya mereka dalam kegiatan untuk mengatasi kesulitan yang parah atau untuk menjamin suksesnya suatu tujuan.
              Kepemimpinan kharismatis akan timbul dalam situasi dimana :
-       Para pemimpin memformalkan sentimen-sentimen yang baru muncul yang terdapat pada masa secara mendalam.
-       Sentimen-sentimen yang dinyatakan seperti itu tampak berbahaya
-       Keberhasilan dapat diketahui dan dicatat
Kepemimpinan secara ”Laises Faire” (secara bebas)
-       Pada hakekatnya pemimpin tidak memimpin, tetapi membiarkan bawahannya sesuka-sukanya. Pemimpin hanya mempunyai tugas representatif untuk dunia luar ia adalah Kepala bagian.
-       Pemimpin tidak mempunyai struktur kepribadian yang kokoh ia kurang cakap memimpin bawahannya, kurang dapat mempengaruhi, bahkan ia dapat dipengaruhi.
-       Biasanya tidak kelihatan ada organisasi dan segala sesuatu dilaksanakan tanpa rencana dari pimpinan.
-       Membiarkan anak buahnya untuk berbuat sendiri-sendiri, petunjuk, pengawasan dan kontrol terhadap anak buah tidak ada. Pembagian tugas, cara bekerja diserahkan anak buah, kekuasaan dan tanggung jawab simpang siur, keadaan tidak mudah dikendalikan, akhirnya terjadi kekacauan.
Jika setiap anggota diberi kebebasan sendiri-sendiri tanpa adanya pengawasan, petunjuk, maka proses pengambilan keputusan akan lambat bahkan tidak berkeputusan dan cenderung menjurus kepada keadaan chaos ”The task may not be undertaken, and conditions may become some what chostil.
Secara demokratis, kepemimpinan model ini mau menerima saran-saran dari anak buah juga berupa kritikan-kritikan akan diminta dari anak buahnya. Yang kesemuanya itu bertujuan demi suksesnya pekerjaan bersama, indikasi yang lain gaya kepemimpinan ini adalah diberinya kebebasan yang cukup kepada anak buahnya, dasarnya adalah menaruh kepercayaan bahwa mereka itu akan berusaha sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya, juga senantiasa berusaha memupuk kekeluargaan, persatuan membangun semangat dan gairah bekerja. Secara garis besar indikator kepemimpinan yang demokratis: (a). Pandangannya bertitik tolak manusia adalah makhluk yang termulia di dunia, (b). Selalu berusaha mengsinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya, (c). Senang menerima saran pendapat dan kritik dari bawahannya, (d) Selalu berusaha menjadikan bawahannya lebih sukses daripada dirinya, (e). Selalu berusaha mengutamakan  tim work dalam usaha mencapai tujuan, (f). Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pimpinan baik secara intelektual, emosional maupun spiritual[46].
Menurut Tjiptono dan Diana[47], mengatakan gaya kepemimpinan demokratis dikenal juga dengan gaya kepemimpinan konsultatif atau konsesus, hal ini dikarenakan pimpinan yang menggunakan gaya pendekatan ini senantiasa melibatkan bawahannya untuk melakukan keputusan dari hasil pembuatannya walaupun keputusan akhir berada pada pimpinan tetapi setelah menerima masukan dan rekomendasi dari anggota tim. Pada sebuah kritik mengatakan bahwa keputusan yang paling populer serta disukai tidak merupakan suatu keputusan yang baik, dan sesuai dengan sifatnya kepemimpinan demokratis cenderung menghasilkan keputusan yang disukai dari pada keputusan yang tepat.
Pada sebuah penelitian gaya kepemimpinan otokratis laises faire dan demokratis ada kesimpulan bahwa pada kepemimpinan otoriter terdapat agresifitas, pertentangan, usaha mencari kambing hitam, masa bodoh bawahan bekerja juga ada pimpinan, ada perasaan tidak senang pada pimpinan sedangkan kepemimpinan demokratis terdapat kerjasama timbal balik antar kelompok, dapat menimbulkan suasana kerja dan produktifitas kerja. Pada Laises faire dalam melakukan pekerjaan paling minimal tidak teratur (semrawut) tidak menyukai pimpinan dan adanya ketidakpuasan.
Berdasarkan pada gaya kepemimpinan di atas dapat dipahami bahwa pada seorang pemimpin adanya wujud kepribadian (personality), kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability).
Sebagai pimpinan pada sebuah lembaga pendidikan Kepala Sekolah dapat mengorganisasikannya semua personil yang ada pada situasi efisien, demokratis serta kerjasama institusional dengan mendasarkan kepada keahlian/perfesionalisme para bawahan, begitu juga pada program pendidikan untuk murid hendaknya direncanakan, diorganisasikan, serta diatur. Dalam pelaksanaan program Kepala Sekolah harus profesional dalam memimpin stafnya, bekerja secara ilmiah, penuh perhatian, demokratis senantiasa menekankan perbaikan pada KBM. Dimana semua kreativitas dicurahkan untuk perbaikan pendidikan, yang secara teoritik Kepala Sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan semua program pendidikan.
Secara administrator Kepala Sekolah juga harus mampu mendayagunakan sumber daya yang tersedia secara optimal. Juga seorang manajer Kepala Sekolah harus mampu bekerjasama dengan orang lain dalam organisasi sekolah. Sebagai seorang pemimpin harus mampu mengorganisasikan dan menggerakkan semua potensi sumber daya manusia yang tersedia dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Kepala Sekolah sebagai seorang supervisor harus mampu dalam membantu guru untuk meningkatkan kapasitas proses pembelajaran. Semuanya itu erat hubungannya antara manajemen dengan kepemimpinan, hal ini disebabkan kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen seperti yang ditulis oleh Kotter[48]  (a). Manajemen berhubungan dengan usaha untuk menanggulangi kompleksitas, sedangkan kepemimpinan menanggulangi perubahan, (b). Manajemen berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran dalam mengatasi kompleksitas, kepemimpinan mengenai penentuan arah perubahan melalui pembentukan visi, (c). Manajemen mengembangkan kemampuan untuk melaksanakan rencana melalui pengorganisasian dan penyusunan staf, kepemimpinan mengarahkan orang untuk bekerja berdasarkan visi, (d). Manajemen menjamin pencairan rencana melalui pengendalian dan pemecahan masalah, kepemimpinan memotivasi dan mengilhami orang agar berusaha melaksanakan rencana, maka dalam mencapai keefektifan Kepala Sekolah selaku pimpinan dilembaga diharapkan mampu untuk mengembangkan dan menyeimbangkan antara aktivitas manajerial maupun aktivitas kepemimpinannya.
Dari beberapa gaya yang telah penulis sebutkan diatas, untuk SMA Unggulan BPPT AL Fattah Lamongan gaya kepemimpinan yang sesuai dan telah diterapkan adalah gaya kepemimpinan kharimatis dan gaya kepemimpinan Demokratis.
Hal ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk serta metode pendekatan pada kedua gaya kepemimpinan tersebut, dan ini tampak pada: kepatuhan bawahan dalam melaksanakan Instruksi (1). Pembentukan setiap kepanitiaan selalu mengutamakan team work (2) Selalu meminta masukan pada bawahan sebelum membuat surat keputusan (3) Suasana Demokratis dalam pemilihan wakil kepala sekolah .
2.  PENGEMBANGAN MUTU SUMBER DAYA GURU
1. Pengertian Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia
Istilah pengembagan (development) menurut bebarapa pakar  masih diperdebatkan. Megginson[49]  mengemukakan  pengembangan adalah proses  jangka panjang untuk meningkatkan potensi dan efektifitas. Selain itu Handoko[50] mengatakan bahwa pengembangan (development) mempunyai  ruang lingkup luas dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian.
Arti pengembangan  secara tersirat diakui bahwa terdapat perbedaan konsep antara Flippo dengan Castetter. Castetter[51] secara  jelas membedakan antara staff development dengan in service training :
Conceptually, staff development is not somethig the school does to the teacher but someting the teacher does for himself or himself. While  staff develompmen  is basically  growth  oriented , in service education assumes a defiency in the teacher and pressupposes a set of appropiate ideas, skill and  methods which need developmet . Staff development  dose not assumes a deficiency in the teacher, but rather assumes a need for people at work to grow and develop on the job.
Bagi Castetter pengembangan diartikan sebagai upaya individu guru untuk menumbuhkan dirinya sendiri supaya dapat mengembangkan tugas kewajibannya, sedangkan in service education  berangkat dari keadaan guru yang belum memenuhi persyaratan baik dari segi penguasaan bahan, ketrampilan maupun metodologi dalam melaksanakan tugasnya. Dalam kaitan ini Flippo[52] menyatakan bahwa :
Planned developmet programs will return values  to the organization in term of increased productivity, heightened morale, reduced cost and greater organization stability and flexbility to adapt to changing external requirement. Such program will also help meet the needs of individuals in their search for work assignment that can add up to life long career.

Pendapat Plippo didukung oleh Siagian yang mengemukakan  bahwa pengembangan sumberdaya insani tidak terbatas  pada penyelenggaraan pendidikan dan latihan saja, sesungguhnya orientasi pengembangan sumberdaya insani sudah dimulai sejak memasuki suatu organisasi. Pendapat  itu didukung  oleh Made Pidarta[53]  yang mengatakan  bahwa pengembangan mutu sumber daya guru termasuk bagian dari maajemen personalia, oleh karenanya harus memperhatikan  dari merencanakan, merekrut, menyeleksi, meneliti  utuk perbaikan dan sebagainya. Begitu juga Arikunto[54] menjelaskan bahwa profesinalisme  harus dimulai  sejak masih dalam permulaan, dalam arti bahwa proses pengembangan mutu sumber daya guru bersifat menyeluruh dann komperhenshif yakni mulai dari pengadaan.
Sebenarnya pendapat Plipp, Gibso & Hant dan para ahli diatas mengandung makna bahwa pengembangan guru sesungguhnya akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi institusi namun juga bagi individu yang terlibat disamping pengembangan mutu guru diarahkan pada kenaikan prodoktifitas, loyalitas adan efesiensi biaya, pada saat yang sama  individupun  akan lebih percaya  dalam meniti masa depan pengembanga karirnya.
Berdasarkan pedapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan  merupakan upaya yang dilakukan untuk mendapatkan, memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, kecakapan sikap dan sifat sifat kepribadian yang dimulai dari awal penarikan tenaga.
Arti pengembangan mutu sumber daya guru pada tulisan ini diarahkan pada konsep yang ditawarkan Gibson & Hans (1965:84) Siagian (1987:112), Made Pidarta (1987:125) Arikuto (1993:229) dan Flippo(1984:199) yang menyatakan bahwa pengembangan  sumber daya guru  bukan hanya dilakukan setelah guru diangkat namun  juga pengembangan bisa dilakukan sejak awal.
Sementara Riadi[55] mengatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar terarah terprogram dan terpadu, bertujuan  untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia yang bertaqwa, bermoral dan berdaya guna serta berhasil  guna bagi kepentingan negara, bagsa dan masyarakat dan agama
Dari beberapa pendapat diatas maka dalam tulisan ini dapat diambil sebuah kesimpulan  tentang strategi pengembangan mutu sumber daya guru adalah taktik/akal dan upaya yang dilakukan secara sadar, terpadu untuk mendapatkan, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas kemampuan ketrampilan kecakapan sikap dan sifat sifat kepribadian tenaga guru yang mulai sejak permulaan.
Jadi pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan  kemampuan tehnis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan  sesuai dengan  dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan latihan.[56]  Pelatihan  ditujukan untuk menjaga  dan meningkatkan prestasi  kerja saat ini, sementara pengembangan ditujukan untuk meningkatkan prestasi saat ini dan masa mendatang. Para karyawan baru  maupun yang sudah bekerja, masih perlu pula dikembangkan lebih lanjut. Disamping untuk  untuk lebih meningkatkan ketrampilan kerja juga dengan harapan agar : (1). tingkat produktifitas bertambah, (2). mengurangi tingkat kecelakaan, (3). mengurangi besarnya scrap (kerusakan hasil), (4). meningkatkan gairah kerja
 Michael Armstrong dalam Ati Cahayani[57] mengatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia meliputi :
a.    Penggunaan pendekatan pendidikan dan pelatihan  yang sistematis dan terencana
b.    Penerapan kebijakan  dari pengembangan  yang berkesinambungan
c.    Penciptaan dan pemeliharaan organisasi pembelajaran
d.   Pemastian bahwa seluruh kegiatan pendidikan dan pelatihan  terkait dengan kinerja
e.    Adanya perhatian khusus untuk pengembangan manajemen dan perencanaan karir
2. Tujuan Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia
Adapun tujuan strategi pengembangan manusia adalah untuk lebih mempermudah  mendapatkan dan menghasilkan manusia-manusia yang potensial dan berkualitas  yang mampu bekarya dan dapat diandalkan  dalam rangka mengembangkan organiasi agar menjadi organiasi yang unggul dan kompetitif.
Jiwanto[58] mengatakan strategi  pengembangan sumber daya guru dilakukan dengan tujuan  untuk mendapatkan  tenaga yang kompeten  dan untuk meningkatkan ketrampilan, pengetahuan dan sikap melalui  beberapa program yang diperlukan untuk menjalankan tugas tugas mulia dengan baik.
Lebih spisifik tujuan pengembangan mutu sumber daya guru adalah agar kualitas guru selalu bertambah dari waktu ke waktu, hal ini berarti harus tumbuh dan berkembang dalam aspek-aspek pengetahuan ketrampilan serta wawasan kependidikan.
3. Sumber asal Sumber daya Manusia  
Tenaga kerja yang diinginkan oleh perusahaan dapat diperoleh dari berbagai sumber berikut[59] :
1. Dari dalam perusahaan sendiri
Berasal dari promosi (kenaikan pangkat) atau transfer (pemindahan dari bagian lain) di dalam perusahaan. Cara ini adalah  yang terbaik, terutama bagi perusahaan yang organisasi personalnya  sudah teratur, karena dapat dipilih  tenaga kerja yang terbaik, disamping tidak banyak memerlukan biaya.
2. Teman-teman para  karyawan
Cara ini digunakan  dengan anggapan bahwa karyawan tersebut sudah mengetahui kualifikasinya, dengan demikian maka diharapkan  calon pasti akan sesuai.
3. Lembaga  penempatan tenaga kerja
Hanya terdapat satu lembaga  yang diatur dan ditangani  oleh pemerintah yaitu  Kantor penempatan tenaga kerja (KPT) yang bertugas menyalurkan tenaga kerja- tenaga kerja  yang belum sempat memperoleh pekerjaan.
4. Lembaga pendidikan
Dapat dilakukan  dua cara yaitu  dengan memberi beasiswa  dan meminta langsung kepada lembaga pendidikan tersebut.
5. Masyarakat umum
Dilaksakan dengan  memasang iklan, sehingga mengundang para pelamar untuk mengajukan lamaran, cara ini biayanya sangat besar.
4. Proses Pengembangan Sumber daya manusia
Adapun proses sumber daya manusia dimulai proses perencaan SDM pelatihan dan pengembangan hingga  pada proses promosi atau bahkan demosi  sumber daya manusia adalah sebagai berikut[60]
 







Gambar 1: Proses Pengembangan Sumber daya manusia
Demikian juga lingkup manajemen sumber daya manusia meliputi  antara lain:
1.    Pengadaan
2.    Penempatan  (training)
3.    Pengembangan
4.    Pemeliharaan  (sistem kompensasi)
5.    Pembauran (mutasi, demosi, dan promosi) dan transfer job
6.    Pemisahan (pensiun, meinggal atau pemecatan)
5. Perencanaan Sumberdaya Manusia
Adapun proses perencanaan sumberdaya manusia menurut Salim [61] adalah sebagai berikut  :




 
















             


 Gambar 2: Perencanaan sumber daya manusia
6. Seleksi Sumber daya Manusia
Seleksi ditujukan untuk memilih tenaga kerja yang diinginkan, idealnya seleksi merupakan  proses dua arah : organisasi menawarkan posisi kerja dengan imbalannya  sedangkan calon tenaga kerja  mengevaluasi organisasi dan daya tarik posisi  serta imbalan yang ditawarkan.Adapun proses seleksi sebagai berikut:






 










Gambar 3 : Seleksi tenaga kerja
Hal senada juga diungkapkan Salim Alidrus[62], tentang proses rekrutment karyawan sebagai berikut :
1. Usulan dari unit bisnis (analisis) dan perencanaan
2. Pengumuman adanya lowongan kerja 
3. Seleksi administrasi atas lamaran yang masuk
4. Tes tulis
5. Tes wawancara
6. Psikotes dan potensial
7. Pengumuman hasil seleksi
8. On the job training , biasanya sampai 3 bulan
9. Kontrak kerja untuk masa kontrak maksimal 2 kali, lalu baru menjadi pegawai tetap
7. Teori Pengembangan Mutu Sumberdaya guru
Strategi pengembangan sumberdaya guru adalah nilai yang diciptakan oleh fungsi manajemen sumberdaya manusia dan menentukan bagaimana pekerjaan yang dilakukan oleh manajer sumberdaya manusia  bersama yang lain menambah nilai terhadap organisasi yang dijalankan. Dengan demikian strategi pengembangan sumberdaya manusia  menentukan aktifitas sumberdaya manusia apa, prioritas apa yang dilakukan untuk menciptakan nilai tersebut Alwi[63] secara umum  dapat dijelaskan  bahwa implementasi strategi harus  sejalan dengan arah strateginya / strategic direction seperti visi misi dan tujuan
Sehingga strategi sumberdaya manusia terkait dengan proses perumusan strategi lembaga dalam konteks pencapaian tujuan artinya visi misi tujuan pengembangan sumberdaya manusia harus sejalan dengan visi misi  dan tujuan lembaga.
Upaya pengembangan ketenagaan menurut Hanafiyah[64]  mencakup dua  segi yaitu kualitas dan kuantitas. Strategi pengembangan mutu sumber daya guru identik  dengan istilah ‘pendekatan, tipologi, tehnik, dan bentuk’ untuk itu ada beberapa pendekatan, tipologi, tehnik, dan bentuk strategi pengembangan mutu sumberdaya guru.
Dilihat dari pendekatannya strategi pengembangan mutu sumber daya guru dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) pendekatan yang dikenal  dengan buy yaitu pendekatan yang berorientasi penarikan (rekrutmen) sumberdaya manusia (2) pendekatan yang dikenal dengan make  yaitu pendekatan  yang berorientasi  pada pengembangan sumberdaya manusia yang ada berupa pendidikan pelatihan dan bimbingan.
Sonnenfeld dan Maury Peiperl dalam Greer[65]  mengemukakan ada empat tipologi strategi  pengembangan mutu sumberdaya manusia, yaitu:
1) Type club yaitu type pengembangan sumberdaya manusia yang menggunakan strategi low cost  yang menfokuskan pada cost controlling, lembaga yang menggunakan type ini, bersaing melalui peningkatan efisiensi biaya, pemeliharaan kualitas. Kebijakan lembaga menekankan pada pendekatan  make approach yaitu kebijakan pengembangan sumberdaya manusia  setelah seseorang diangkat didalam suatu lembaga, menekankan kegiatan training dan development sebagai upaya pengembangan mengoptimalkan kinerja mereka. Para karyawan dikembangkan dalam lembaga dan kekosongan jabatan pada level yang lebih tinggi, dipenuhi dari dalam/promotion from within. Strategi sumberdaya manusia yang digunakan berorientasi pada strategi retensi/retention, yang mana lembaga berupaya agar tingkat labor turn over rendah pada para guru  akan bekerja  dalam jangka panjang.
2)  Tipe Baseball Team adalah type strategi pengembangan manusia  dimana lembaga menjalankan strategi inovasi, yaitu strategi yang selalu mengutamakan penciptaan produk baru, berani mengambil resiko, kreatifitas  sangat dihargai. Pendekatan  dalam memenuhi  kebutuhan sumberdaya manusia  pada lembaga type ini,  cenderung ‘buy approach’ artinya pemenuhan kebutuhan  manusia cenderung  yang sudah berkualitas jadi, kompetensi antara tenaga yang ada diciptakan  sehingga bersifat in talented individuals, yang komitmennya  pada lembaga biasanya rendah.  Berbeda dengan  type club, type baseball team kurang berorientasi  pada strategi  pengembangan  dan cenderung  dan lebih menekankan pada rekrutmen sumberdaya manusia dari sumber  lain. Promosi  hanya dua jalur yaitu keatas  dan keluar/up or out. Dalam kaitan  dengan penilaian kinerja, system penilaian berorientasi  pada hasil dan kurang berorientasi pada loyalitas, komitmen  dan sebagainya
3)  Tipe Academy adalah type pengembangan sumberdaya manusia  dimana  orientasi lembaga umumnya mengutamakan inovasi, strategi yang dijalankan terletak antara strategi type baseball team dan type club atau lembaga  yang mengkomunikasikan type baseball  team dengan club, dimana lembaga pendidikan  dalam mengembangkan sumberdaya manusia nya dimulai dari awal yaitu rekrutmen tenaga sampai dengan melakukan pembinaan, pelatihan dan pendidikan serta kegiatan lain yang dapat menunjang  karir dan mutu tenaga.
4)  Type Fortress adalah type pengembangan sumberdaya manusia yang berorientasi pada tingkat  persaingan  yang tinggi sehingga orientasi  strategi cenderung bersifat retrenchment/ pengurangan dan hanya mempertahankan individu tertentu yang menjadi pendukung fungsi lembaga, penarikan tenaga bersifat pasif.
Fokus dari masing-masing typology starategi sumberdaya manusia tersebut sesuai dengan strategi  organisasi yang dikembangkan oleh miles dan snow. Miles dan snow dalam Alawi [66] membedakan empat tipologi strategi organisasi yaitu prospector, defender, academy dan analyzer
Sementara menurut Abidin[67] memaparkan tehnik pengembangan mutu sumberdaya guru melalui tiga cara (1). meningkatkan kecerdasan, dimaksudkan kalau manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan sendiri masa depannya /the ability to determine  their own future (2). meningkatkan kemampuan, (3). meningkatkan kesejahteraan.
Tehnik pengembangan  sumberdaya manusia menurut Susilo[68] dapat dilakukan melalui (1) Recruitment, bertujuan  untuk mendapatkan sumberdaya manusia dengan kualifikasi kebutuhan lembaga dan sebagai salah satu saat untuk lembaga dalam pembaharuan dan pengimbangan (2) Pendidikan, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerjanya  dalam arti luas, sifat pengembangan ini umumnya bersifat formal  dan sering berkait dengan karir (3) Pelatihan, bertujuan untuk mengembangkan individu dalam  bentuk peningkatan ketrampilan, pengetahuan dan sikap (4) Perubahan system, bertujuan untuk  menyesuaikan system  dan prosedur lembaga  sebagai jawaban  untuk mengantisipasi  ancaman dan peluang  factor eksternal. Perubahan ini dapat dipakai sebagai alat bagi sumberdaya manusia dalam meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerjanya (5) Pengembangan organisasi, bertujuan untuk menjembatani  perubahan dan penyeimbang baik dari sisi internal maupun eksternal.
Sejalan dengan konsep teori tentang tehnik pengembangan mutu sumberdaya manusia yang ditawarkan    Hanafiyah[69]  berpendapat bahwa ;
‘Peningkatan dan pengembangan mutu sumberdaya guru  dimulai sejak  penerimaan  guru baru. Seleksi calon guru, perlu dilakukan  dengan ketat  sesuai dengan kebutuhan  dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Sejak permulaan  pembagian tugas akademik harus jelas. Setiap guru baru perlu  diarahkan secara jelas tugas apa yang diembannya dalam bidang ilmu yang merupakan spesialisnya. Suhertian  mengungkapkan bahwa
Sedangkan pengembangan  berupa pendidikan dan latihan bertujuan untuk meningkatkan  kemampuan kerja dalam arti luas, sifat pengembangan ini umumnya  bersifat formal dan seringkali  dikaitkan karir. Suhertian[70] mengungkapkan bahwa pengembangan kualitas guru dapat dilakukan  melalui in-service training, extension course, workshop, seminar, dan guru-guru selalu  berusaha meningkatkan  diri sekaligus menjadi hiburan intelektual (intellectual  entertainment)
Lebih lanjut Hanafiyah[71]  menjelaskan  bahwa strategi pengembangan mutu tenaga guru  pengajar  dapat dilakukan melalui (1) penugasan belajar untuk mencapai jenjang  kesarjanaan atau yang lebih tinggi (2) penataran, lokakarya, seminar, temu ilmiah, konferensi (3) pengembangan minat baca. Sejalan dengan Hanafiyah, dalam buku  panduan manajemen sekolah, Depdikbud[72] dijelaskan bahwa dalam  rangka peningkatan mutu kemampuan guru dapat dilakukan  melalui (1) mengikutsertakan  guru dalam pada pelatihan  yang sesuai, jika perlu sekolah mengadakan pelatihan di tempat kerja dengan mengundang pelatih dari luar (2)  sekolah perlu mengadakan menyediakan buku  atau referensi  yang memadai bagi guru  (3) mendorong dan memfasilitasi guru untuk  melakukan tutorial sebaya misalnya melalui kegiatan MGMP untuk guru.
Pengembangan mutu yang bersumber dari dalam diri guru sendiri merupakan  upaya pribadi  dari guru yang bersangkutan untuk memperluas pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, dan menumbuhkan sikap profesionalnya. Sedangkan pengembangan  mutu guru yang berasal dari luar, merupakan usaha dari lembaga, pimpinan atau orang untuk membina dan mengembangkan profesionalisme guru.
Dari kedua pendekatan dan keempat typologi pengembangan sumberdaya manusia  yang telah penulis sebutkan diatas, SMA  Unggulan BPPT Alfattah Lamongan dalam pengembangan mutu sumberdaya guru menggunakan pendekatan buy approach dan make approach yaitu dengan pendekatan yang berorientasi penarikan (rekrutmen) sumberdaya manusia   pendekatan  yang berorientasi  pada pengembangan sumberdaya manusia yang ada berupa pendidikan pelatihan dan bimbingan. Sedangkan typology yang digunakan yaitu dengan typology academy yaitu typology  pengembangan sumberdaya manusia  yang orientasi lembaga umumnya mengutamakan inovasi, strategi yang dijalankan terletak antara strategi type baseball team dan type club atau lembaga  yang mengkomunikasikan type baseball  team dengan club, dimana lembaga pendidikan  dalam mengembangkan sumberdaya manusia nya dimulai dari awal yaitu rekrutmen tenaga sampai dengan melakukan pembinaan, pelatihan dan pendidikan serta kegiatan lain yang dapat menunjang  karir dan mutu tenaga seperti adanya kegiatan rebooan, kolokium, diklat, workshop dan kegiatan lain. 
8.  Tehnik Pengembangan Sumber Daya Manusia
Ada beragam tehnik pengembangan  sumber daya manusia [73]antara lain:
a. Orientasi Karyawan
Adalah dan lazim untuk melakukan orientasi terhadap karyawan baru, namun tidak semua lembaga  melakukan orientasi secara formal. tidak jarang  tenaga baru disuatu perusahaan  hanya akan diperkenalkan secara langsung kepada koleganya yang baru, tanpa  ada acara khusus yang formal untuk melakukan orientasi tenaga atau karyawan. Umumnya tenaga baru hanya dijelaskan nya dihari pertama bekerja, sekedar sebagai informasi awal.
b. Pelatihan langsung ditempat kerkala
Pelatihan ini dikenal dengan istilah on the job training. dalam pelatihan ini, karyawan langsung mendapat materi  pembelajaran ditempat kerja. Materi itu diberikan  oleh kolega senior  maupun atasan langsung (penyelia). pelatihan ini sangat efektif, karena peserta langsung  dihadapkan pada praktek dan tidak sekedar teori, selain ini juga  menghemat biaya  karena tidak memerlukan  ruang kelas khusus atau perangkat pembelajaran lain
 c. Pelatihan ditempat luar kerja ( Off the job training )
Bila lembaga melakukan pendidikan bagi karyawannya, maka pasti dilaksanakan diluar  tempat kerja, tetapi pelatihan dapat dilaksakan  ditempat kerja atau ditempat luar kerja  atau dilaboratorium. Pelatihan ditempat kerja ini banyak  tekniknya  ada yang menggunakan teknik audiovisual, teknik simulasi, tehnik berbasis komputer, dan lain-lain.
d. Magang
Jenis pengembangan karyawan  seperti ini merupakan perpaduan antara pelatihan didalam dan diluar tempat kerja. Jadi dalam paket pembelajaran peserta diberi materi diluar tempat kerja dan diberikan kesempatan praktik.
Menurut Hasibuan[74], tehnik pengembangan dikelompokkan atas: pengembangan informal dan pengembangan secara formal.
1.    Pengembangan secara informal ,yaitu karyawan atas keinginan dan usaha sendiri melatih dan mengembangkan dirinya  dengan mempelajari buku-buku literatur yang ada hubungannya dengan pekerjaan atau jabatannya. Pengembangan  secara informal ini  menunjukkan karyawan  tersebut berkeinginan  keras untuk maju dengan cara meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bermanfaat  bagi perusahaan karena prestasi kerja karyawan  semakin besar, disamping efesiensi dan produktifitasnya juga semakin baik.
2.    Pengembangan secara  formal yaitu  karyawan yang ditugaskan  perusahaan  untuk mengikuti pendidikan dan latihan, baik yang dilakukan perusahaan  maupun yang dilakukan oleh lembaga-lembaga  pendidikan dan pelatihan. pengembangan secara formal dilakukan perusahaan  karena tuntutan  pekerjaan saat ini ataupun mada datang, yang sifatnya non karier atau peningkatan karier seseorang karyawan.
Hal senada diungkapkan Salim Al Idrus dan Wiji astuti[75], ada dua metode pengembangan karyawan  yakni (1) dilaksankan didalam  dan oleh perusahaan sendiri (on the job training), (2) dilaksankan diluar perusahaan dan oleh lembaga lain ( off the job training ).
9.  Komponen-komponen Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Adapun komponen-komponen pelatihan dan pengembangan [76]adalah sebagai berikut :
a.  Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan terukur
b.  Para pelatih (trainers) harus ahlinya yang berkualifikasi memadai (profesional)
c.  Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta
d.  Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan
Hal senadana juga diungkapkan Sondang P Siagiaan[77], ada 7 langkah dalam pelatihan dan pengembangan meliputi komponen unsur , yaitu : 
a.    Penentuan kebutuhan
b.    Penentuan sasaran
c.    Penentuan isi program
d.   Identifikasi prinsip-prinsip belajar
e.    Pelaksanaan Program
f.     Identifikasi manfaat
g.    Penilaian pelaksanaan program
10. Manfaat Penyelenggaraan Pelatihan dan Pengembangan Sumber daya Manusia
Adapun manfaat yang diperoleh dalam penyelenggaraan dan pengembangan manusia, baik manfaat bagi organisasi maupun karyawan ataupun anggota karyawan menurut Sondang P[78]  sebagai berikut :
a. Manfaat bagi organisasi
1.    Peningkatan produktifitas kerja organiasi
2.    Terwujudnya hubungan serasi  antara atasan  dan bawahan
3.    Terjadinya proses pengambilan keputusan  yang lebih cepat dan tepat
4.    Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organiasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi
5.    Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif
6.    Memperlancar jalannya komunikasi  yang efektif yang pada gilirannya memperlancar proses perumusan kebijaksanaan organiasi dan operasionalnnya.
7.    Penyelesaian konflik secara fungsional  yang dampaknya  adalah tumbuh suburmya  rasa persatuan  dan suasana kekeluargaan dikalangan para anggota organiasi
b. Manfaat Anggota organisasi / karyawan organisasi
1.        Membantu para  pegawai  membuat keputusan  dengan lebih baik
2.        Meningkatkan kemampuan  para pekerja dalam menyelesaikan berbagai  masalah yang dihadapi
3.        Terjadinya internaslisasi dan operasionalisasi  faktor faktor motivasional
4.        Timbulnya dorongan dalam diri para pekerja  untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya
5.        Peningkatan kemampuan pegawai  untuk mengatasi stress , fustrasi, dan konflik  yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri
6.        Tersediannya informasi  tentang berbagai  program yang dapat dimanfaatkan oleh para pegawai  dalam rangka pertumbuhan masing masing secara teknikal dan intelektuan
7.        Meningkatkan kepuasan kerja
8.        Semakin besarnya  pengakuan atas kemampuan seseorang
9.        Makin besarnya tekad pekerja untuk lebih mandiri
10.  Mengurangi ketakutan menghadapi tugas tugas baru dimasa depan
Hal senada juga diungkapkan oleh Hasibuan[79] bahwa pengembangan  bertujuan dan bermanfaat bagi  perusahaan, karyawan, konsumen atau masyarakat yang mengkonsumsi barang/jasa yang dihasilkan perusahaan. Tujuan pengembangan hakikatnya menyangkut hal-hal berikut :
1.        Produktifitas kerja karyawan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi
2.        Efisiensi  tenaga, waktu, bahan baku, mengurangi ausnya mesin sehingga daya saing perusahaan semakin besar
3.        Mengurangi kerusakan barang barang dan produksi dan mesin karena karyawan semakin ahli dan trampil.
4.        Mengurangi tingkat kecelakaan sehingga biaya yang dikeluarkan pengobatan mengecil.
5.        Peningkatan pelayanan  lebih baik kepada nasabah
6.        Moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya
7.        Kesempatan untuk meningkatkan karir  senakin besar (promisi ilmiah)
8.        Manajer semakin cepat dalam mengambil keputusan  yang lebih baik karena technical skill, human skill dan managerial skillnya lebih baik
9.        Kepemimpinan manajer akan lebih baik
10.    Balas jasa  (gaji, insentif, benefits) akan meningkat karena prestasi kerja semakin besar.
11.    Memberikan manfaat lebih besar terhadap konsumen  karena mereka memperoleh  barang dan layanan lebih bermutu.
3.  MUTU GURU
1.    Pengertian Mutu Guru
Istilah mutu mengandung berbagai makna bagi setiap orang  dalam kamus  bahasa Indonesia praktis istilah mutu diartikan dengan kadar, tingkat baik buruknya sesuatu; derajat. Dalam mendefinisikan mutu para pakar saling berbeda pendapat tetapi maksudnya sama. Crosbi (1979) mutu adalah quality to requirement  yaitu sesuai dengan yang distandarkan atau distandarkan. Sementara Bafadal[80] menyebutkan bahwa mutu adalah suatu tingkatan yang  menunjukkan  Gradasi kualitas sebuah obyek istilah mutu memiliki pengertian yang bertentangan. Edward sallis malah mengutif Preffer dan Coote yang menyebut mutu sebagai konsep yang licik (a slippery concept) hal ini disebabkan istilah bermutu berkaitan dengan sudut pandang dan sudut kepentingan pengguna istilah yang berbeda-beda. Perbedaan terjadi disebabkan oleh konsep mutu yang bertolak dari standar absolut (absolute concept) dan standar yang relatif (relative concept) standar  absolute beranggapan bahwa mutu merupakan suatu keindahan kebenaran pasti dan tanpa kompromi. Sementara yang relatif bertolak dari pikiran Edward Sallis[81] bahwa mutu merupakan sesuatu yang  not be expensive and exclusive. may be beautiful bt not necessarily so they don’t have to be special. They can be ordinary commonplace and familiar’. Alasan difinitif relatif berdasarkan pada kenyataan adanya perbedaan antara kepentingan subyek penghasilan barang atau jasa dengan kepentingan pemakai barang atau jasa. Namun justru dalam hal ini keanehannya. Saat subjek penghasil berorientasi pada kepentingan pemakai para pemakai sendiri lebih berorientasi pada persepsinya.
Hal ini berlaku pada pemahaman akan mutu guru, mutu guru didefinisikan berdasarkan dua dimensi, yakni intrinsik dan instrumental. Pendekatan intrinsik orientasinya subtansi sedangkan instrumental  orientasinya situasional dan institusional. Namun demikian keragaman istilah itu saling melengkapi   atau saling menafsirkan untuk kemajuan jadi satu kesatuan yang menggambarkan dua pendekatan adalah tugas dan tanggungjawab. Guru yang bermutu  pada dasarnya adalah guru yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab. Dalam kaitan ini Tisna Amidjaja[82]  menekankan rasa tanggungjawab  jawab pada adanya kemandirian dalam bentuk kemampuan mengambil keputusan yang mengandung wibawa  pendidik  baik secara akademis maupun praktis.
Menarik untuk dikemukakan adalah pendapat Abdurrohman A Nahlawi[83] Berkaitan dengan tanggungjawab seorang pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Beliau menyatakan bahwa sifat dan persyaratan seorang pendidik adalah sifat rabbany pada tujuan, perilaku dan pola pikir, kemudian ikhlas, sabar, jujur, membekali diri dengan ilmu serta menguasai teknis mengajar. Sedangkan Athiyah al Abrasyi menyebutkannya dengan rangkaian sifat-sifat zuhud bersih ikhlas pemaaf kebapakan mengenal tabi’at murid di samping menguasai pelajaran.
Dengan demikian  dapat dikatakan  bahwa guru yang bermutu adalah ditandai oleh sifat tanggungjawab nya yang tercermin pada prilaku yang rabbany, zuhud, ikhlas, sabar, jujur dan kebapakan dapat mengambil keputusan berwibawa secara mandiri dan profesional, memiliki keahlian teknis pendidikan, mampu membelajarkan siswa (anak didik) serta menguasai konsep proses dan dasar filosofis IPTEK moderen. Carr Sauder dikutif oleh kalumata dalam Hillard[84]  mengatakan bahwa guru yang profesional adalah memiliki specialized intellectual study and training to supply skiled service or advice to others atau knowledge to organize ,encourage and to assist certain generality,  membuat keputusan secara proporsional bertanggungjawab dan memberi pelayanan kepada masyarakat.
Untuk memudahkan kita membayangkan sosok guru yang berkualitas maka perlu dikemukakan beberapa ciri guru yang bermutu tersebut. Ciri-ciri guru yang bermutu digambarkan oleh Bafadol[85] sebagai berikut  menguasai dan terus mendalami secara tekun bidang ilmu spesialisasinya, dan cara bertanggungjawab jawab mampu mengemukakan gagasan segar, dan inovasi dalam mengembangkan ilmunya, mampu merencanakan  melaksanakan, dan menilai hasil evaluasi pembelajaran.
2.  Standar Kompetensi Guru  menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 tantang undang-undang guru dan dosen dan permen No. 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan[86]. Professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi[87]. Kompetensi profesional adalah kemampuan guru untuk menguasai masalah akademik yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga kompetensi ini dimiliki  guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar.
Guru sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sedangkan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dan dosen dalam melaksanakan tugas keprofesiaannya. Adapun jabatan profesional guru dituntut mempunyai beberapa kompetensi, dalam hal ini pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Tentang Standar Nasional Pendidikan Nomor 19 Tahun 2005 diantaranya adalah:
a.    Kompetensi Pedagogik
Yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[88] Seorang guru harus mampu mengelola proses pembelajaran dengan sebaik mungkin untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, disamping itu seorang guru juga harus mampu memahami karakteristik peserta didik, baik itu dari segi kecerdasan, kreatifitas, kondisi fisik, maupun perkembangan kognitifnya.
b.    Kompetensi kepribadian
Adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.[89]
Kompetensi kepribadian seorang guru sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya. Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumberdaya manusia[90].
c.    Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang diterapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi profesional merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas utamanya yaitu mengajar.
Adapun ruang lingkup kompetensi profesional guru adalah:
1.    Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik secara filosofi, psikologis, maupun sosiologis
2.    Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.
3.    Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.
4.    Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.
5.    Mampu mengembangkan pembelajaran yang bervariasi.
6.    Mampu mengembangkan dan menggunakan alat, media, dan sumber belajar yang relevan.
7.    Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran[91].

Adapun tugas keprofesionalan guru, berkewajiban [92] ;
1.    Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
2.    Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik  dan kompetensi  secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan , tehnologi dan seni
3.    Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif  atas dasar pertimbangan  jenis kelamin agama suku  ras dan kondisi  fisik tertentu  atau latar belakang keluarga  dan status social ekonomi  peserta didik dalam pembelajaran.
4.    Menjunjung tinggi peraturan perundang undangan , hokum dan kode etik guru  serta nilai-nilai agama dan etika
5.    Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan 

Sedangkan tugas keprofesionalan guru, berhak [93];
1.    Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan  hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social
2.    Mendapatkan  promosi dan penghargaan  sesuai dengan tugas dan prestasi kerja
3.    Memperoleh perlindungan dan melaksanakan  tugas dan hak atas kekayaan intelektual
4.    Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi
5.    Memperoleh dan memanfaatkan sarana prasarana pembelajaran untuk menjunjung kelancaran tugas keprofesionalan
6.    Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan atau sanksi kepada peserta  didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundang undangan
7.    Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas
8.    Memiliki kebebasan  berserikat dalam organisasi profesi
9.    Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan
10.     Memperoleh kesempatan  untuk mengembangkan dan meningkatkan  kualifikasi akademik dan kompetensi
11.     Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
d.   Kompetensi Sosial
Adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
 Menurut Nana Sudjana[94] kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang yaitu :
1.    Kompetensi bidang kognitif yaitu kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, evaluasi belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya
2.    Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaan yang dibinanya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
3.    Kompetensi perilaku atau performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau perilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menyusun persiapan atau perencanaan mengajar.
Ketiga kompetensi di atas tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi dan mendasari satu sama lain. Dari kompetensi tersebut, jika ditelaah secara mendalam, maka hanya mencakup dua bidang kompetensi yang pokok bagi guru, yaitu kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni:
1.    Mencanangkan program belajar mengajar.
2.    Melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar.
3.    Menilai kemajuan proses belajar mengajar.
4.    Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian bahan pelajaran yaitu bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya.
Kemampuan-kemampuan yang disebutkan dalam empat komponen di atas merupakan kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai guru yang professional. Untuk mempertegas dan memperjelas kemampuan tersebut, berikut ini akan dibahas satu persatu.
1.    Kemampuan merencanakan program belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar, guru terlebih dahulu mengetahui arti dan tujuan perencanaan tersebut dan menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terkandung didalamnya, adapun makna dari perencanaan program belajar mengajar adalah suatu proyeksi atau perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa selama pengajaran itu masih berlangsung. Dan tujuannya adalah sebagai pedoman guru dalam melaksanakan praktek atau tindakan mengajar.
2.    Melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar.
  Dalam proses belajar mengajar ini kegiatan yang harus dilaksanakna adalah menumbuhkan dan menciptakan kegiatan siswa-siswa dengan rencana yang telah disusun. Adapun yang termasuk dalam pengetahuan proses belajar mengajar meliputi prinsip-prinsip mengajar keterampilan hasil belajar siswa, penggunaan alat bantu dan keterampilan-ketermpilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar. Dan kemampuan ini dapat diperoleh melalui pengalaman langsung.
3.    Memiliki kemampuan proses belajar mengajar
  Dalam menilai kemampuan dan kemajuan proses belajar mengajar guru harus dapat menilai kemajuan yang dicapai oleh siswa yang meliputi bidang kognitif, efektif dan psikomotorik. Kemampuan penilaian ini dapat dikatakan dalam dua bentuk yang dilakukan melalui pengamatan terus menerus tentang perubahan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian dengan cara pemberian skor, angka atau nilai-nilai yang bisa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa.
4.    Menguasai bahan pengajaran.
Secara jelas konsep-konsep yang harus dikuasai oleh guru dalam penguasaan bahan pelajaran ini telah tertuang dalam kurikulum, khususnya garis-garis besar program pengajaran (Silabus, RPP) yang disajikan dalam bentuk pokok bahasan dan sub pokok bahasan.
Dari beberapa uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya penguasaan kompetensi bagi guru yang professional, karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Sebagaimana dijabarkan oleh Arikunto mengenai tiga kompetensi tersebut antara lain :
1.    Kompetensi Professional, artinya bahwa guru memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
2.    Kompetensi Personal, artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subyek. Artinya lebih terperinci adalah bahwa ia memiliki kepribadian yang patut diteladani.
3.    Kompetensi Sosial, artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi social, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah, dengan pegawai tatausaha dan anggota masyarakat dilingkunganya[95].
Dari ketiga kompetensi tersebut diatas, kompetensi  profesional di pandang sangat penting karena berkait dengan kemampuan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugas instruksional. Kualifikasi tenaga pengajar ditandai oleh kemampuan mengantarkan terdidik pada sepuluh kemampuan dasar sebagai guru sebagaimana sepuluh kemampuan dasar sebagai guru sebagaimana ditunjukkan oleh pemerintah menjabarkannnya dalam sepuluh kompetensi, yang selanjutnya disebut sepuluh kompetensi profesional guru. Kesepuluh kompetensi dimaksud adalah (1) kemampuan menguasai bahan-bahan pelajaran (2) kemampuan mengelola program belajar mengajar (3) kemampuan mengelola kelas (4) kemampuan menggunakan media dan sumber belajar (5) kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan (6) kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar (7) kemampuan menilai hasil belajar murid (8) kemampuan mengenal fungsi serta program layanan bimbingan dan penyuluhan (9) kemampuan mengenal serta menyelenggarakan administrasi sekolah (10) kemampuan memahami prinsip-prinsip serta menafsirkan hasil penelitian pendidikan untuk keperluan pengajaran. Keseluruhan ciri-ciri tersebut diatas akan berhasil dicapai apabila dicarikan strategi upaya pengembangan yang tepat.
H. METODE PENELITIAN
Pada   peneliti memuat uraian tentang metode penelitian, langkah- langkah penelitian  secara operasional meliputi : (a) pendekatan dan jenis penelitian , (b) lokasi penelitian , (c) kehadiran peneliti, (d) data dan sumber data, (e)  tehnik pengumpulan data, (f) tehnik analisis data, (g) pengecekan keabsahan , (h) tahapan-tahapan penelitian
1.  PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
Penelitian ini, terfokus pada upaya pengembangan mutu sumberdaya guru, menggunakan pendekatan kualitatif, dengan rancangan studi kasus. Dalam penelitian ini memakai perspektif fenomologis, yaitu peneliti memahami dan menghayati perilaku atau kegiatan  para pimpinan dalam rangka pengembangan dan peningkatan mutu serta ketrampilan guru. Untuk memahami, menghayati realitas empiris tersebut, maka peneliti menginterprestasikan, membandingkan hasil terdahulu dan referensi  sebagai bahan rujukan untuk memahami dan menginterprestasinya.
108
 
Pendekatan kualitatif dipilih untuk digunakan dalam penelitian ini dengan maksud  untuk memahami perilaku manusia dari kerangka acuan si pelaku sendiri, yakni bagaimana si pelaku memandang dan menafsirkan kegiatan dari segi pendiriannya yang biasa disebut persepsi emic begitu juga agar dapat mengetahui  serta mendiskripsikan secara jelas dan rinci tentang upaya pengembangan mutu sumberdaya guru di SMA Unggulan BPPT Al Fatttah Lamongan, untuk mencapai maksud tersebut maka peneliti ini dirancang dengan menggunakan rancangan studi kasus. mengacu pendapat Bogdan dan Biklen[96] bahwa rancangan studi kasus  merupakan salah satu bentuk rancangan kualitatif yang lebih menekankan pada pengungkapan secara rinci  dan mendalam terhadap suatu obyek, peristiwa, kejadian tertentu. Strategi pengembangan mutu sumberdaya guru merupakan suatu peristiwa atau kegiatan yang dilakukan dalam menghasilkan dan meningkatkan kualitas guru di  SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan, agar peristiwa atau kegiatan tersebut terungkap  secara rinci dan mendalam maka digunakan rancangan studi kasus.
Sedangkan rancang bangun  studi kasus ini bersifat terpancang/single case design artinya peneliti memutuskan perhatiannya pada kasus yang telah ditetapkan yakni tentang upaya  pengembangan mutu sumberdaya guru. Kasus kasus  yang telah ditetapkan dalam penelitian adalah  1. bentuk dan upaya yang dilakukan dalam pengembangan mutu sumberdaya guru  SMA Unggulan BPPT Al Fatttah Lamongan 2. Strategi kepala sekolah dalam mengantisipasi hambatan dalam mengembangkan mutu sumberdaya guru.

2.  LOKASI PENELITIAN 
Penelitian ini dilakukan di SMA UNGGULAN BPPT AL FATTAH  Siman Lamongan Jawa Timur, adapun Identitas SMA Unggulan BPPT Lamongan sebagai berikut : 

1
Nama Sekolah
SMA UNGGULAN BPPT AL FATTAH
2
Status
Terakreditasi A
3
Tahun berdiri
1999
4
Program yang diselenggarakan
IPA
5
Waktu Belajar di sekolah
06.30 s/d 13.30 Wib
Siswa wajib bermuqim di Asrama
6
Kejuaraan Intra dan Ekstra yang telah diraih
Lebih 150 kejuaran Kabupaten dan Nasional
7
NDS/NSS
201056104087
8
Telpon/ Fax
(0322)3383111 Fax.(0322) 3383113
9
Email
smaubpptlamongan@yahoo.com
10
Websaide
www.smaUnggulan.sch.id
11
Nama Kepala Sekolah
Sun’an S.Pd, MM.Pd
12
Status/Nip
Pegawai Negeri Sipil

Alamat Lembaga
Pondok Pesantren Al Fattah, Desa Sima Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan Jatim
Beberapa alasan  penulis mengadakan penelitian di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan berdasarkan atas beberapa pertimbangan baik kemenarikan, keunikan, dan kenyataan  :
1.    SMA Unggulan BPPT Al-Fattah Lamongan ini merupakan salah satu   sekolah Unggulan yang dirintis oleh Menristek untuk integrasi pengembangan pendidikan ilmu dan teknologi  pesantren, satu dari 87 pesantren se-Indonesia  sehingga lembaga ini memiliki kematangan dalam hal pengembangan  Sumberdaya Guru.
2.    SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan ini peran kepemimpinan  kepala sangat nampak sekali dalam mengembangkan Sumberdaya Guru, dibuktikan mutu guru mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini dibuktikan dengan dokumen sekolah mengenai keberhasilan guru dalam meningkatkan prestasi siswa dalam berbagai kegiatan, terutama dalam hal penelitian atau Karya Ilmiah Remaja selalu menjadi juara tingkat Nasional.
3.    Tenaga pendidik yang ada di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan banyak yang dikirim untuk mengikuti  pelatihan dalam pengembangan  Sumberdaya Guru banyak diikutkan dalam program peningkatan profesionalisme guru, diantaranya adalah mengikutsertakan seminar, pelatihan, work shop, penataran, lokakarya dan diklat. Serta terjadinya peningkatan guru yang melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi (S2). Hal ini bisa dilihat dari dokumen sekolah yang ada.
4.    Lembaga ini menjadi lembaga pendidikan yang sangat diminati  sehingga peserta didik yang mendaftar melebihi jumlah yang telah ditargetkan untuk diterima sebagai peserta didik.
5.    Dilihat dari personilnya dalam hal ini menyangkut guru, SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan memiliki kualifikasi  yang cukup memadai , hal ini terlihat  sebagian besar guru gurunya lulusan S1 dan  S2
6.    Lembaga ini memiliki fasilitas yang memadai untuk menunjang proses belajar mengajar, adanya Lab. IPA, Komputer, Bahasa, Internet, perpustakaan dll
3.  KEHADIRAN PENELITI
Kehadiran peneliti adalah salah satu unsur penting dalam penelitian kualitatif. Peneliti perencana, pelaksanaan pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya. Serta dalam penelitian  ini peneliti wajib hadir di lokasi langsung, karena peneliti berperan sebagai instrumen utama/key instrument dalam pengumpulan data secara langsung. Peneliti  harus menyadari bahwa dirinya merupakan perencana, pelaksanaan pengumpulan data dan penganalisis data sekaligus menjadi pelapor hasil penelitian.
Instrument utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Menggunakan peneliti sebagai instrumen mempunyai keuntungan dan kekurangan. Adapun keuntungan peneliti sebagai instrument adalah subyek lebih tanggap dengan maksud kedatangannya, peneliti dapat menyesuaikan diri terhadap setting penelitian. Sehingga peneliti dapat menjelajah ke seluruh bagian setting penelitian untuk mengumpulkan data, keputusan dapat secara tepat, terarah. Sedangkan kelemahan peneliti sebagai instrument adalah menginterprestasikan data dan fakta, peneliti dipengaruhi oleh persepsi atau kesan  yang dimilikinya sebelum data dan fakta ditemukan. Demikian pula dalam memberikan informasi, responden sangat dipengaruhi oleh persepsi dan kesan terhadap penelitian.
Dalam proses pemilihan informan peneliti menggunakan teknik purposive (bertujuan) yaitu peneliti memilih orang-orang yang dianggap  mengetahui secara jelas permasalahan yang diteliti. Kehadiran peneliti di lapangan dalam rangka menggali informasi, peneliti menggunakan tiga tahapan yaitu pemilihan informan awal, pemilihan informan lanjutan, dan menghentikan pemilihan informan lanjutan. Pada tahap akhir, peneliti menganggap penelitian telah selesai, kecuali bila ditemukan lagi informasi baru yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.
Dengan demikian peneliti berusaha menghindari pengaruh subyektif dan menjaga lingkungan secara alamiah agar proses social yang terjadi berjalan sebagaimana mestinya. Disinilah pentingnya  peneliti menahan dirinya untuk tidak terlalu jauh intervensinya terhadap lingkungan yang menjadi  obyek penelitian.
4.  DATA DAN SUMBER DATA
Data kualitatif adalah apa yang dikatakan oleh orang-orang berkaitan dengan seperangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Apa yang dikatakan oleh orang-orang tersebut merupakan sumber utama data kualitatif, apakah yang mereka katakana itu diperoleh secara verbal melalui suatu wawancara atau dalam bentuk tertulis melalui analisa dokumen atau respon survey[97].
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian, yaitu tentang peran kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan mutu sumberdaya guru di SMA Unggulan BPPT Alfattah Lamongan. Dan data yang dikumpulkan tersebut dapat bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata atau gambar. Data dapat diperoleh melalui hasil interview, catatan pengamatan lapangan, potret, tape video, dokumen perorangan, memorandum dan dokumen resmi[98]. Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan kajian (analisis atau kesimpulan)[99].
Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh[100]. Jadi, sumber data itu menunjukkan asal informasi dan harus diperoleh dari sumber yang tepat, sebab jika tidak tepat maka mengakibatkan data yang terkumpul tidak relevan dengan masalah yang diteliti.
Sumber data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu manusia/orang dan bukan manusia. Sumber data manusia berfungsi sebagai subyek atau informasi kunci (key informants). Sedangkan sumber data bukan manusia berupa dokumen yang relevan dengan fokus penelitian, seperti gambar, foto, catatan rapat atau tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan fokus penelitian.
Sehubungan dengan wilayah sumber data yang dijadikan sebagai subyek penelitian ini ada dua yaitu:
1.      Sumber Data Primer
Yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan. Sumber primer juga merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau saksi utama dari kejadian yang  lalu. Contoh dari data atau sumber primer adalah catatan resmi yang dibuat pada suatu acara atau upacara, suatu keterangan oleh saksi mata, keputusan-keputusan rapat, dan sebagainya[101]. Data primer juga dapat diperoleh dalam bentuk verbal atau kata-kata serta ucapan lisan dan perilaku dari  subyek (informan).
2.      Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah catatan adanya peristiwa ataupun catatan-catatan yang jaraknya telah jauh dari sumber orisinil. Misalnya keputusan rapat suatu perkumpulan bukan didasarkan dari keputusan rapat itu sendiri, tetapi dari sumber berita, surat kabar. Berita surat kabar tentang rapat tersebut adalah sumber sekunder. Menggunakan citasi orang lain tentang suatu kejadian merupakan sumber sekunder dalam sejarah. Sumber citasi dan bukan dari penyaksi kejadian sendiri juga merupakan sumber sekunder[102].
Sumber sekunder juga dapat diartikan sumber dari bahan bacaan, maksudnya data yang digunakan untuk melengkapi data primer yang tidak diperoleh secara langsung dari kegiatan lapangan. Data ini biasanya dalam bentuk surat-surat pribadi, kitab harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. Mengenai data sekunder yang diperkirakan ada kaitannya dengan fokus penelitian antara lain dokumen tentang kesiswaan, ketenagaan, sarana prasarana, prestasi sekolah, dan lain sebagainya.
 Sedangkan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah orang yang banyak tahu dan berkecimpung langsung di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan yaitu kepala SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan (Sun’an S.Pd.MMPd), wakasek kurikulum  (Masrukiyah S.Pd M.Pd), wakasek kesiswaan  (Nur hakim S.Pd ) wakasek sarpras (M.WAhib,M.Pd )  waka humas (Irayana, S.Pd )  guru (Mawadatur Rohmah M.Si)  guru (Suprianto Helmi T, M.Pd)  kepala TU (Rahmad Heri, S.Pd ) penjaga perpus (Rini Musyayadah). Pemilihan informan dalam penelitian ini adalah dengan teknik snowball sampling yaitu informan kunci akan menunjuk orang yang mengetahui masalah-masalah yang akan diteliti untuk melengkapi keterangan-keterangan  dan orang yang ditunjuk akan menunjuk orang lain bila keterangan yang diberikan kurang bisa dipahami dan begitu seterusnya. Tehnik ini bagi peneliti juga sebagai validitasi data yang diberikan oleh para informan.
Berarti dalam penelitian ini  sumber data terdiri atas tiga bagian yakni manusia, dokumen dan suasana. Sesuai dengan focus penelitian maka dijadikan  sumber data adalah (1).data mengenai dasar pemikiran dan latar belakang pengembangan mutu guru, data dapat diambil kepala sekolah sekaligus sebagai pencetus/penggagas ide pengembangan mutu sumberdaya guru, wakil kepala sekolah, guru senior (2).data mengenai upaya yang menyangkut bentuk, tipologi, teknik dan langkah strategis pengembangan mutu  sumberdaya guru data dapat diambil dari kepala sekolah, wakasek, kepala TU, dan para guru yang terlibat dengan mengobservasi, mewawancarai orang yang tahu  banyak tentang focus yang diteliti, serta melalui dokumen-dokumen resmi (3) tiga data yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan rekrutmen dan seleksi, diperoleh dari kepala tata usaha SMA Unggulan BPPT Al Fattah dengan cara observasi dan dokumen tentang pelaksanaan penerimaan guru  baru serta wawancara dengan beberapa personil dan para penguji yang terlibat dalam kegiatan seleksi (4).data mengenai  kebijakan dan kegiatan pembinaan, pelatihan, pendidikan guru,  dan kegiatan lainnya didapat melalui wawancara baik dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala TU, ataupun dokumen yang dipublikasikan (5).data mengenai strategi mengantisipasi hambatan dalam pengembangan mutu sumber daya guru didapat melalui wawancara dengan kepala sekolah, wakasek dan guru senior (6).data umum tentang profil SMA Unggulan BPPT Al Fattah didapat dari dokumen, wawancara dan observasi di lapangan.
Adapun dokumen sebagai sumber data, akan berfungsi sebagai indicator produk tingkat komitmen subjek yang diteliti. Dengan demikian dokumen ini akan terkait dengan seluruh  subjek penelitian, baik para pelaksana  maupun pimpinan SMA Unggulan BPPT Al Fattah secara periodik.
Sasaran-sasaran penelitian tersebut, sebagian ada yang langsung didatangi untuk berwawancara  dan berdialog, sebagian lainnya didatangi namun tidak diwawancarai dan tidak diajak dialog, namun hanya diamati dan diobservasi langsung dan tidak langsung. Jenis yang kedua ini sebagai konfirmasi informasi yang didapat dari jenis pertama. Hasil wawancara dan konfirmasi walaupun dikembangkan secara terbuka namun tetap memakai kendali yakni melalui triangulasi, pengecekan ulang informasi dari satu subyek  pada subyek yang lain, sampai pada satu keadaan ‘jenuh’ yakni tanpa bantahan.  Dengan demikian  walau sumber informasi jumlahnya terbatas dan sifatnya purporsif, namun dengan proses pemeriksaan silang, triangulasi dan pensiklusan  kembali, peneliti tetap menuju pada kesatuan arti hilangnya keragaman. Keragaman dapat dimulai klarifikasi hasil trianggulasi yang pada berakhirnya klasifikasi.
5.  TEHNIK PENGUMPULAN DATA
          Pengumpulan data ini dilakukan selama 4 (empat) bulan yakni mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2010. kegiatan pengumpulan data ini bersifat kondisional yakni tergantung suasana sekolah. prosedur pengumpulan data menggunakan tiga cara yakni  wawancara, observasi, dokumentasi. Instruksi pokok  penelitian ini adalah peneliti sendiri  dengan alat Bantu alat kamera, pedoman wawancara, alat tulis seperti ballpoint, pensil buku catatan kecil, dan lainnya yang diperlakukan secara incidental, berikut ini uraian prosedur pengumpulan data :
1.    Wawancara/interview
Tehnik ini digunakan untuk mengetahui secara mendalam, mendetail atau intensif terhadap pengalaman-pengalaman informan dari topik tertentu  atau situasi spesifik yang dikaji, oleh karena itu  dalam pelaksanaan wawancara peneliti menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban berupa informasi. Sebelum dimulai wawancara pertanyaan disiapkan  terlebih dahulu/berupa pedoman wawancara  sesuai dengan jenis  penggalian data yang diperlukan dan kepada siapa wawancara tersebut dilakukan.
Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengontroksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai (Interviewee). Wawancara  digunakan  sebagai teknik pengumpulan data  apabila peneliti ingin  melakukan studi pendahuluan  untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti  dan juga apabila peneliti ingin  mengetahui hal-hal  dari responden  yang lebih mendalam dan jumlah respondennya  sedikit/kecil.  Teknik pengumpulan data penelitian  ini  mendasarkan diri  pada laporan  tentang diri sendiri atau self report  atau setidak-tidaknya  pada pengetahuan dan keyakinan pribadi.
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti mendatangi informan  antara lain  kepala SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan (Sun’an S.Pd.MMPd), wakasek kurikulum  (Masrukiyah S.Pd M.Pd), wakasek kesiswaan  (Nur hakim S.Pd),  waka humas (Irayana, S.Pd )  guru (Mawadatur Rohmah M.Si)  guru (Suprianto Helmi T , M.Pd )  kepala TU (Rahmad Heri , S.Pd) penjaga perpus (Rini Musyayadah). Semuanya  sebagai informan pertama dalam penelitian ini, dan mengadakan wawancara mengenai strategi pengembangan mutu sumber daya guru yang sifatnya umum seperti (1) upaya kepala sekolah dalam mengembangkan mutu sumberdaya guru (2) strategi kepala sekolah dalam mengantisipasi hambatan dalam pengembangan mutu sumberdaya guru.
Disamping pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas kadang-kadang peneliti menyelipkan pertanyaan-pertanyaan pengalaman untuk memperoleh keterangan lebih rinci  tentang subtansi yang diwawancarakan, dengan maksud  agar  informan dapat menjelaskan secara bebas dan rinci mengenai pandangan, motivasi, perasaan dan aktifitas tentang kegiatan strategi pengembangan mutu sumberdaya guru yang ada di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan.
2.    Observasi atau pengamatan berperan serta (participant observation )
Observasi partisipan digunakan untuk melengkapi dan menguji hasil wawancara yang diberikan oleh informan yang kemungkinan belum holistik atau belum mampu menggambarkan segala macam situasi[103].  Menurut Guba dan Lincoln observasi berperan serta dilakukan dengan alasan : (a) pengamatan didasarkan atas pengalaman secara langsung, (b) teknik pengamatan juga memungkinkan peneliti dapat melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya, (c) pengamatan dapat digunakan untuk mengecek keabsahan data, (d) tekhnik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit, dan (e) dalam kasus-kasus tertentu dimana penggunaan tekhnik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, maka pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat[104]
Teknik ini utamanya digunakan pada studi pendahuluan, seperti mengobservasi suasana sekolah, sarana dan prasarana sekolah, pola kerja dan hubungan antar komponen dengan berlandaskan aturan, tata tertib sebagaimana tertulis dalam dokumen. Selain itu peneliti juga mengamati bagaimana civitas di SMA Unggulan BPPT Alfattah Lamongan[105]. Proses observasi yang dilakukan peneliti di sekolah tersebut untuk memperoleh data-data tentang keadaan kondisi sekolah, kegiatan reboan dan  pengembangan mutu guru.
Menurut Sutrisno Hadi (1986) dalam Sugiyono[106]  mengemukakan bahwa observasi merupakan proses  yang kompleks, suatu proses  yang tersusun  dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. 
Hal senada diungkapkan Lexy. J.Moleong[107] Observasi atau pengamatan memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Dengan observasi memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan langsung yang diperoleh dari data-data. Bentuk observasi yang dilakukan dalam penelitian ini  bertujuan dapat memperoleh gambaran secara umum tentang Fisik sekolah dan keberadaan  sumberdaya guru di SMA Unggulan BPPT Al-Fattah.  
3.    Dokumentasi (documentation)
Dukumentasi artinya catatan atau bukti. Metode ini untuk mengumpulkan data-data berupa catatan-catatan   surat dan bukti dalam bentuk foto, gambar dan lainnya. Dalam dokumentasi ini peneliti mencari surat-surat resmi tentang hal-hal yang berkaitan  dengan obyek  penelitian seperti syarat yang harus dipenuhi oleh pelamar, standarisasi  nilai, data guru yang ada, upaya strategis pengembangan mutu sumberdaya guru dan bentuk kegiatannya yang pernah dilaksanakan di SMA Unggulan BPPT Al-Fattah.
Adapun dokumen sebagai sumberdata, akan berfungsi sebagai indikator dari produk tingkat komitmen subjek yang diteliti. dengan demikian dokumen ini akan terkait erat dengan seluruh subjek penelitian, baik pelaksana, maupun pimpinan sekolah.
Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film. Dokumen dijadikan  sebagai sumber data yang berfungsi untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.[108] Dokumen ada dua macam  yaitu dokumen pribadi  (buku harian, surat pribadi, autobiografi) dan dokumen resmi (memo, pengumuman, intruksi, aturan suatu lembaga, majalah, buletin, pernyataan, dan berita yang disiarkan oleh media massa)[109] 
Demi terjaminnya akurasi data yang didapatkan dari dokumen maka penulis melakukan tiga telaahan sebagaimana yang ditetapkan oleh Kartodirejo, yaitu pertama keaslian dokumen yang di dapat. Kedua, kebenaran isi dokumen, dan Ketiga, relevansi isi dokumen dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian.[110]
6. TEKNIK ANALISIS DATA
Sesuai dengan  data yang diperoleh  dalam subjek penelitian SMA Unggulan BPPT Al-Fattah Lamongan maka peneliti ini menggunakan teknis analisis data kualitatif deskriptif dan analisis reflektif, yaitu analisis yang berpedoman pada cara berfikir yang merupakan kombinasi  yang jitu antara berfikir induksi dan deduksi. Analisis data ini untuk menjawab pertanyaan yang dirumuskan dalam penelitian, yaitu mengapa, alasan apa, dan bagaimana.
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan sejak pengumpulan sata secara keseluruhan, dicek kembali. Berulangkali peneliti mencocokkan data yang diperoleh, disestematikan, diinterprestasikan, secara logis demi keabsahan dan kredibilitas data yang diperoleh dilapangan
Tahap analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi yaitu pertama tahap pendahuluan atau pengolahan data/ kelengkapan data yang diperoleh, keterbatasan tulisan, kejelasan makna, keajengan, dan kesesuaian  data dengan yang lain, kedua tahap keorganisasian data yang merupakan inti dari analisis data, ketiga tahap penemuan hasil. Tahap analisis data dimulai dari data awal yang diperoleh peneliti pada awal Maret 2010  sampai penemuan hasil pada bulan Juni 2010. analisis data memkan waktu 4 bulan. hasil penelitian dicek kembali dalam rangka mendapatkan keabsahan dan kredibilitas data yang diperoleh penelitian dengan demikian, hasil pembahasan penelitian didapat hasil yang akurat, menemukan hal yang baru  atau memperkuat dan menambah hasil penemuan sebelumnya, tentang supaya pengembangan mutu sumberdaya guru
Pada tahap ini membutuhkan ketekunan observasi dan wawancara untuk mendapatkan data tentang berbagai hal yang dibutuhkan dalam penelitian, pengecekan keabsahan data menggunakan dua triangulasi yaitu triangulasi  sumber data, triangulasi teori dan triangulasi metode. Analisis data adalah usaha untuk menemukan tema dan hipotesis kerja. Perbaikan data yang terkait dengan bahasa, sistematika penulisan maupun penyederhanaan data dan agar penelitian ini komunikatif dan dapat dipertanggungjawabkan, maka perlu diadakan  konsultasi dengan dosen pembimbing  untuk memperoleh masukan demi penyempurnaan laporan.
 Proses analisis data ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Menurut Miles dan Huberman[111]    mengemukakan  bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif  dilakukan secara interaktif  dan berlangsung secara terus menerus  sampai tuntas  sehingga datanya sudah jenuh. aktifitas  dalam analusis data  yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing/ verification. Langkah-langkah analisis  ditunjukkan oleh Miles dan Hubermen [112] pada gambar   berikut :
                              Periode pengumpulan
                        │…………………  ………………..│
                                          Reduksi data
 │---------------│-------------------------------------------│
  Antisipasi            Selama                         Setelah
                              Display data
                        │-------------------------------------------│            ANALISIS
                              Selama                         Setelah
                              Kesimpulan / verifikasi
                        │-------------------------------------------│
                              Selama                         Setelah

Gambar 4 : Komponen dalam analisis data ( Flow model )
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa, setelah peneliti  melakukan pengumpulan data, maka peneliti melakukan anticipatory sebelum melakukan reduksi data. Anticipatory data reduction is occurring as the research decides (often without full awareness) which conceptual frame work, which sites , which research question, which data collection approaches to chose.
 Data Reduction (reduksi data) menunjukkan kepada proses seleksi pengfokusan, penyederhanaan, mengabstrakkan dan membuang data yang tidak diperlukan yang didapatkan dari catatan di lapangan  atau Reduksi data adalah merupakan bentuk analisis untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak relevan, dan mengorganisasikannya, sehingga kesimpulan akhir dapat dirumuskan, menseleksi data secara ketat, membuat ringkasan dan rangkuman inti, merupakan kegiatan-kegiatan mereduksi data. Dengan demikian reduksi data ini akan berlangsung secara terus menerus selama penelitian berlangsung
Data Display (penyajian data) adalah rangkaian informasi yang terorganisasi dengan lengkap yang membawa kepada penarikan kesimpulan . Dengan melihat penyajian data tersebut akan mempermudah dalam memahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan atau Penyajian data  dimaksudkan untuk memaparkan data secara rinci dan sistematis setelah dianalisis kedalam format yang disiapkan untuk itu. Namun data yang disajikan masih dalam bentuk data sementara untuk kepentingan peneliti dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut secara cermat, sehingga diperoleh tingkat keabsahannya. Jika ternyata data yang disajikan telah teruji kebenarannya maka akan bisa dilanjutkan pada tahap pemeriksaan kesimpulan-kesimpulan sementara. Akan tetapi jika ternyata data yang disajikan belum sesuai, maka konsekuensinya belum dapat ditarik kesimpulan melainkan harus dilakukan reduksi data kembali.
 Conclusion (penarikan kesimpulan/verifikasi) dilakukan dari awal pengumpulan data, penyajian data, analisis data secara kualitatif dimulai dengan menentukan: apa artinya–yaitu mencatat keteraturan pola-pola, bentuk-bentuk, penjelasan-penjelasan konfigurasi yang memungkinkan aliran-aliran penyebab dan proposisi. Tiga tahap tersebut yang meliputi reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan/verifikasi antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan, baik sebelum, selama, maupun sesudah pengumpulan data yang disebut analisis data . Penarikan kesimpulan (verifikasi) hal ini dimaksudkan untuk memberi arti atau memakai data yang diperoleh baik melalui observasi, wawancara, maupun dokumentasi[113].
Setelah data terkumpul dengan baik, kemudian diedit dan dipilah-pilah. Data yang diperlukan dikategorikan menjadi beberapa cover term untuk menjawab pertanyaan penelitian. Setelah semua dilakukan diadakan analisis secara deskriptif, sedangkan data yang kurang relevan dengan pertanyaan penelitian disimpan, yang perlu diketahui adalah langkah-langkah analisis dalam penelitian yaitu sejak mulai dilakukan proses pengumpulan data, penyajian data, reduksi data dan penarikan kesimpulan, Reduksi data dalam penelitian ini pada hakikatnya menyederhanakan dan menyusun secara sistematis data tersebut. Hasil dari reduksi kemudian disajikan dalam bentuk display data, untuk penyajian data digunakan uraian naratif, selanjutnya membuat kesimpulan dan atau verifikasi.
7.  PENGECEKAN KEABSAHAN DATA
Agar data yang telah diperoleh dalam penelitian ini dijamin kepercayaannya, maka peneliti menempuh cara-cara sebagai berikut : 1. tehnik trianggulasi  sumber dan metode  2. pengecekan anggota 3. diskusi dengan teman sejawat  serta arahan disertai pertimbangan.
Triangulasi tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara membandingkan  data atau informasi  yang dikumpulkan melalui teknik lainnya. Trianggulasi pada penelitian ini dilakukan melalui wawancara langsung dan tidak langsung. Observasi  tidak langsung dilaksanakan dalam bentuk pengamatan atas beberapa kelakuan dan kejadian yang kemudian ditrianggulasi seperti hasil observasi tentang pelaksanaan pembinaan, pendidikan dan pelatihan disosokkan dengan keterangan yang diberikan oleh guru, kepala sekolah, wakasek dan pihak lain, begitu juga dengan dokumen yang peneliti dapatkan dari pihak TU  dari hasil pengamatan tersebut ditarik benang merah yang menghubungkan antaranya.
Pengecekan keabsahan data dibutuhkan untuk membuktikan bahwa data yang diperoleh  dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya melalui verifikasi data. Moleong[114] menyebutkan ada empat kriteria yaitu kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability) ketergantungan (dependability) dan kepastian (conformability).
8.  TAHAP-TAHAP PENELITIAN
Sesuai dengan arahan  Moleong[115] ada tiga  tahap pokok dalam penelitian kualitatif yang peneliti lakukan tahap pra lapangan, tahap kegiatan lapangan, tahap analisis data.  Sejalan  dengan pendapat tersebut, penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan, tahap pertama orientasi, kedua tahap pengumpulan data dan ketiga tahap analisis
Dalam tahap orientasi peneliti melakukan observasi ke lokasi penelitian yakni SMA Unggulan BPPT Al-Fattah untuk mendapatkan data tentang gambaran umum secara tepat pada latar penelitian, pertama kali peneliti meminta surat ke kantor program pascasarjana UIN Malang, lalu keluar surat izin dengan nomor : Un.03.PPs/TL.03/031/2010 tanggal 24 Februari 2010  selanjutnya peneliti langsung data ke SMA Unggulan BPPT Al-Fattah guna menggali  informasi pada orang orang yang dianggap betul betul memahami informasi secara utuh  tentang subjek yang diperlakukan dalam penelitian ini, dalam menggali informasi ini peneliti lakukan wawancara dengan kepala sekolah, wakasek, guru, kepala TU, dan orang yang tahu banyak terhadap informasi yang dibutuhkan.
Pada tahapan ini peneliti juga menentukan langkah langkah menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus ijin, menjajaki dan menilai kondisi dan keadaan lokasi penelitian dan menentukan informan dan subyek studi dan menyiapkan perlengkapan penelitian.
Setelah langkah-langkah tersebut dilakukan, langkah selanjutnya  adalah tahap eksplorasi fokus  atau tahap pekerjaan lapangan. setelah melalui tahap tahap  tersebut lalu peneliti menentukan fokus  yang peneliti anggap menarik, dalam hal ini peneliti menfokukan tentang masalah upaya pengembangan mutu guru di SMA Unggulan BPPT Al-Fattah Lamongan.
Tahap berikutnya adalah pengecekan dan pemeriksaan keabsahan data. Pada tahap ini kegiatan dilakukan peneliti adalah mengadakan pengecekan data dengan informasi dan subjek studi  maupun dokumen untuk membuktikan keabsahan data yang telah diperoleh. Pada tahap ini juga dilakukan penyederhanaan data yang diberikan oleh informan  maupun subjek studi serta diadakan perbaikan dari segi bahasa maupun sistematikanya agar dalam pelaporan hasil penelitian tidak diragukan lagi keabsahan.
Pengecekan keabsahan data dibutuhkan untuk membuktikan bahwa data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya melalui verifikasi data. Moleong menyebutkan ada empat kriteria yaitu : (1) kredibilitas (validitas internal), (2)transferabilitas (validitas eksternal), (3) dependabilitas (reliabilitas), dan (4) konfirmabilitas (objektivitas).[116]
1.    Kredibilitas
Dalam penelitian ini dipenuhi dengan melalui beberapa kegiatan:
Pertama, aktivitas yang dilakukan untuk membuat temuan dan interpretasi yang akan dihasilkan lebih terpercaya, terdiri dari: pertama, memperpanjang waktu observasi di lapangan, perpanjangan waktu berkaitan dengan “ Peran Kepemimpinan   Kepala Sekolah Dalam Mengembangan Mutu Suberdaya Guru di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan”  dilakukan sebagai langkah antisipatif mengingat peneliti adalah orang luar dan relatif mengalami kesulitan untuk menemui para sumber data. Kedua, melakukan pengamatan secara terus menerus; disini peneliti mengadakan observasi terus menerus sehingga memahami gejala dengan lebih mendalam sehingga mengetahui aspek yang penting, terfokus dan relevan dengan topik penelitian. Ketiga, melakukan trianggulasi, dalam penelitian ini trianggulasi dilakukan dengan menggunakan sumber dan metode dan teori. Trianggulasi sumber digunakan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari seorang informan dengan informan lainnya. Trianggulasi metode dilakukan dengan cara pengumpulan data yang beredar, seperti observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan trainggulasi teori adalah pengecekan data dengan membandingkan teori-teori yang dihasilkan para ahli yang dianggap sesuai dan sepadan melalui penjelasan banding, kemudian hasil penelitian dikonsultasikan dengan subyek penelitian sebelum dianggap mencukupi.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan dua trianggulasi yaitu triangulasi sumber dan metode, hal ini berdasarkan pendapatnya Sanapiah Faisal bahwa untuk mencapai standar kreadibilitas hasil penelitian setidak-tidaknya menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber data.
2.    Tranferabilitas
Adalah berfungsi untuk membangun keteralihan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara “uraian rinci” untuk menjawab persoalan sampai sejauh mana hasil penelitian dapat “ditransfer” pada beberapa konteks lain. Dengan teknik ini peneliti akan melaporkan penelitian seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan dengan mengacu pada fokus penelitian.
3.    Dependabilitas
Adalah kriteria menilai apakah proses penelitian bermutu atau tidak. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertahankan ialah dengan audit dependabilitas oleh auditor independent guna mengkaji kegiatan yang dilakukan oleh peneliti. Dalam hal ini yang menjadi auditor independent adalah Prof. Dr.H.Baharuddin,M.PdI dan Dr.HM.Mujab,MA. selaku pembimbing yang terlibat secara langsung dalam penelitian ini.
4.    Konfirmabilitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi dan interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit (audit trail).



[1] Dirjen Dikdasmen, Pengarahan Dirjen Dikdasmen tentang Pergeseran Paradigma Peningkatan Kualitas Pendidikan,  Jakarta : Ditjen Dikdasmen , 2000,  halaman 10
[2] Kisupriyoko, Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional, Yogjakarta, Pustaka Fahima, 2007, hal 6
[3] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, hlm.vii.
[4] E. Mulyasa , Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004 , hlm.83.
[5]   Ibid, hal 85
[6] Haris, Bm Et. Al, Personil Administration In Education Leadership For Instruction Improvement, Bostom Allyn And Bacom Inc,1979, halaman 132
[7]  Mulyasa,E, Manajemen  Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, Implementasi, Bandung,   Remaja Rosdakarya,2002,  halaman 3
[8]   Malik Fajar, Madrasah Dan Tantangan Modernitas,  Bandung, Mizan,1998 halaman 42
[9]  Marta Tilaar,  Analisis Kebijakan Pendidikan ; Suatu Pengantar,  Bandung, Remaja Rosdakarya,1999, halaman 26
[10] Sudarsono, Disiplin Nasional, Landasan Arah Dan Strategi Pengembangannya, Makalah Disajikan Dalam Seminar Nasional, Malang IKIP  Malang
[11] Abidin ZS, Pengembangan Sumberdaya Manusia Dan Tantangannya Dalam PJPT II Malang , Halaman 21
[12]  Ibid halaman 22
[13] Susilo, Mencari Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia, Malang, FIA, Unibraw,1994
[14] Hakim, Sumberdaya Manusia ; Masalah  Pendekatan Dan Pengembangannya, Malang, Fia Unibraw
[15] Sulistyo, Strategi Pengembangan Kualitas Sumberdaya Manusia  Dalam Menghadapi PJPT II , Malang , Fia Unibraw , halaman 4
[16] Robert Waterman, Dikutif Dari Jeffrey Preffer, Human Equation, Harvard, Bussines Scholl Press,1998
[17] Nur Zaini, Kepemimpinan Pesantren, Studi Proses Pengambilan Kebijakan Pesantren Al Fattah Siman Lamongan  Tesis,   UIN Kalijogo, Jogjakarta, 2008
[18] Profil SMA Unggulan BPPT Al  Fattah Siman Sekaran Lamongan
[19] Profil , ibid
[20] Profil SMA Unggulan BPPT Al Fattah   
[21] Komari Ahmad, Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Efektivitas Pendidikan di MAN Godean, Sleman - Yogyakarta , Tesis , UIN  Sunan Kalijaga, 2005.
[22] Arifin M, Kepemimpinan Kepala sekolah Mengelolah Madarasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar yang berprestasi: Studi multikasus  MIN 1 Malang, MI Mambaul Ulum dan SDN Ngaglik 1 Batu di Malang, Disertasi, tidak dipublikasikan, Malalng, PPs IKIP, Malang, 1998
[23] Jamaluddin, Pengaruh Manajerial Kepala Madrasah dan Sumber Daya Madrasah Terhadap Kepuasan Kerja Guru MA Salafiyah , Tesis , UIN Sunan Kalijaga, 2005.
[24] Djalil, Abdul, Kepemimpinan dan inovasi pendidikan (studi kasus di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Malang) Thesis, tidak dipublikasikan, Malang PPs Universitas Muhamadiyah,1999
[25] Iffah Nugrahani, Peran Kepala sekolah SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta dalam Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi , Tesis , UIN  Sunan Kalijaga, 2007.
[26] Sagino , Peran Kepala Sekolah dalam pengembangan budaya kualitas kerja guru dan karyawan MAN Wonokromo, Tesis , UNY, 2005 .
[27] David L.Goetsch dan Stanley B. Davis , Manajemen Mutu Total , alih bahasa ; Benyamin Molan, Jakarta : PT. Prenhallindo, 2002 , hlm. 169 .
[28] Marno & Triyo Supriyatno, Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan Islam , Ref Ika Aditama, Bandung, 2008...,hlm.22.
[29] Kimball Wiles, Supervision for Bet­ter Schools ,New York: Englewood Cliffs, Printice- Hall., 1961, hlm.29.
[30]Soehardjono, Kepemimpinan : Suatu tinjauan singkat tentang Pemimpin dan        Kepemimpinan  serta Usaha-usaha Pengembangannya. Malang, APDN  Malang . 1981
[31] Abdul Azis Wahab, Anatomi Organisasi Dan Kepemimpinan Pendidikan (Telaah Terhadap Organisasi Dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan), Bandung: Alfabeta, 2008, hlm.136.
[32] Tony Bush & Marianne Coleman, Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan  Yogyakarta : IRCiSoD, 2008, hlm.80-81 .
[33] Depdiknas , Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Konsep Dasar  Jakarta: Direktorat SLTP , 2002 ,hlm.33.
[34]  Tony Bush & Marianne Coleman, Manajemen Strategis Kepemimpinan ... , hlm.41.
[35] Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah : Konsep Dasar, Jakarta: Direktorat SLTP, 2002,...hlm.46.
[36] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif  Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006  ,hlm.75.
[37] Ibid.,hlm.78.
[38] Ibid. Hlm 79
[39] Ibid.,hlm 80
[40] Ibid ,hlm.82.
[41] Ibid. Hlm 82
[42] Sugeng P., Prilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan SDM, Tesis PPS UIN Malang, tidak dipublikasikan, 2005. Hal. 39
[43]  Sondang P. Siagian, Manajemen Abad 21, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, hal. 104
[44] Rijoatmodjo, Soeharto, Ikhtiar Kepemimpinan Dalam Administrasi Negara di Inodesia, Jakarta, 1984, hal. 78
[45] Sunindhia, Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern, Bina Aksara, Jakarta, 1988. Hal. 35
[46] Sunindhia,1988, hal.42
[47] Tjiptono,F & Diana,A, Total Quality Management, Andi, Jogjakarta, 2001, hal. 161
[48]  Kotter ,dalam  Tjiptono dan Diana, 2001, hal : 155-156
[49] Meginson D & Mattews JJ, Pengembangan Sumberdaya Manusia, 1993, alih bahasa  felicia Jakarta : PT Gramedia
[50]  Handoko BM et al. Manajemen (2nd) Yogjakarta : BPFE, UGM
[51] Casterr W et al , The Personal  Function In Educational Administration. New York, Man Millan Publising co. 1981
[52] Flippo B Edwin, Personil Management , Mc Graw-Hill Internasional Boal.inc
[53] Made Pidarta, Kompetensi Guru Masalah kita, Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan ,No. XXX
[54] Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta, Renika Cipt, 1990
[55] Rijadi, Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia Menghadapi PJPT II, Jurnal Ilmu Pengembangan sosial, Tahun 28, No 3 Juli , FPIPS IKIP Malang
[56] Malayu SP. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia,  Bumi Aksara, Jakarta, 2005, Halaman 69
[57] Ati Cahyani, Strategi Dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia, Indeks, Jakarta, 2009, Halaman 103
[58] Jiwanto G, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Jogjakarta. PPM FE Universitas Atmanjaya.
[59] Ibid  halaman 4
[60] Salim Al Idrus – Wiji Astuti, Diktat Rencana dan Materi Human Resources Management, UIN Malalng, 2009
[61]   Salim, Ibid halaman 20
[62] Buku catatan materi kuliah Manajemen sumber daya manusia, 2009
[63] Alwi, Manajemen Sumberdaya Manusia, strategi keUnggulan kompetitif Edisi 1, Yogjakarta, BPEF Yogyakarta, 2001. hal 91
[64] Hanafiyah Y, 1994, Pengelolaan Mutu Total Perguruan Tinggi, Cetakan ke-2, BKS Barat, Depdikbud
[65] Sonnenfeld Dan Maury Peiperl. Managing Organization Conflik, A Traditional Apprroach, Englewood C; ips NJ, Prantice Hall, 1997
[66] Obid, halaman 90
[67] Abidin Z, Pengembangan Sumberdaya Manusia Dan Tantangannya Dalam Pjpt II , Malang FIA Unibraw,1994, halaman 5
[68] Susilo, M, Manajemen Sumberdaya Manusia, Edisi II,   Yogjakarta, BPFE, Universitas Gaja Mada, 1994
[69] Hanafiyah, Pengelolaan  Mutu Total Perguruan Tinggi,   cetakan ke 2, BKS Barat, Depdikbud, Jakarta, 1994, halaman 66
[70] Suhertian, Konsep  Dasar Dan Tehnik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumberdaya Manusia,  Jakarta, Rineka Cipta, 2000, halaman 22
[71] Hanafiyah, opcit, halaman 66
[72]  Buku  Panduan Manajemen Sekolah, Depdikbud, Jakarta, 1999
[73] Ibid
[74] Malayu SP.Hasibuan, Manajemen sumberdaya manusia, Opcit halaman 72
[75] Salim Al Idrus – Wiji Astuti, Diktat Rencana dan Materi Human Resources Management, UIN Malang, 2009, halaman 5
[76] AA.Anwar Prabu Mangkunegara, Perencanaan dan Pemgembangan SDM, Refika Aditama, Bandung, 2008, halaman 51
[77] Sondang P. Siagiaan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 2008, halaman 185
[78] Sondang P, Ibid. hal.186
[79] Hasibuan , opcit halaman 71
[80] Ibrahim Bafadal, Manajemen Peningkatan  Mutu Berbasis Sekolah, Makalah disampaiakan seminar nasional, 2000
[81]  Edward Salllis, Total Quality Managemen in Education, alih bahasa A. Ali Riyadi,  ,IRCisSod, Jogjakarta , 2006
[82]   Tisnaatmajaya, Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan,  Jakarta, Depdikbud. 1982, halaman 15
[83]  Abdurroahman Al Nahlawi, Prinsip Prinsip dan Metode Pendidikan Islam,  Bandung , 1989, halaman 239
[84]  Hillard FH, Theory And Parctice In Teacher Education, London, George Allend & Unwin
[85] Ibrahim Bafadal, Seri Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah, Penigkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Dalam Kerangka Maajeme Penigkatan Mutu Berbasis Sekolah,  Bumi Aksara, Jakarta,2006, Halaman 5
[86] UU tentang guru dan dosen, Jakarta: asa Mandiri , 2008, hal.157
[87] UU tentang guru dan dosen Ibid….hlm. 157
[88] Lihat : Saiful Sagala. Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung : Alfabeta, 2000, hlm: 216-217  
[89] PP. Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
[90] PP. Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

[91] Mulyasa,  Standar Kompetensi...., hlm : 117
[92] UU Guru dan dosen No. 14 tahun 2005 pasal 20
[93] UU Guru dan dosen No. 14 tahun 2005 pasal 20
[94] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1987, hal.18 

[95]Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajar secara Manusiawi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hal. 239
[96] Bogdan HR dan Biklen SK , Qualitatif Research For Education  An Intudaction To Theory And Methods, London ,Alltn And Bacon,Inc, 1992, halaman 27
[97] Ruslan Ahmadi, Memahami Metododlogi penelitian Kualitatif ,Malang: UIN Press, 2005, halaman. 63.
[98] Robert C. Bogdan dan San R. Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods ,Boston Allyn and Bacon, 1982, hal. 2-3.
[99] Wahid Murni, Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Lapangan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif: Skripsi, Tesis, dan Disertasi,Program Pascasarjana UIN Malang, 2008, hal. 31.
[100] Suharsimi arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ,Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hal. 107.
[101] Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia, 2003,  hal. 50
[102] Moh. Nazir,, hal.50.
[103] Lincoln, Guba. Naturalistic Inquiry. New Delhi: Sage Publication, inc, 1995, hal. 124
[104] Bogdan & Biklen. Qualitative Research For Education; An Introduction To Theory And Methods. Boston: Allyn and Bacon, 1998, hal.216
[105] Lincoln, Guba. Naturalistic..hal.143
[106] Sugioyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung,  Alfabeta, 2007
[107] Lexy.J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif  , Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002 ,hlm.126 .
[108] Lexy J. Moleong, Opcit . halaman 161
[109] Ibid , halaman 162-163
[110] Satono Kartodirejo, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Koentjoro Ningrat (ed)  Jakarta: Grafindo, 1986  
[111] Miles, MB. & Huberman AM, Qualitative  Data Analysis, California, Sage Publication, 1984, halaman 25
[112]   Miles, MB. & Huberman AM, ibid halaman 25

[113] Miles dan Huberman, ibid   hlm: 21-23
[114] Moleong Lexy, Metode Penelitian Kualitatif , Bandung Remaja Rosdakarya, 2002, halaman 326
[115] Moleong, halaman  327
[116] Lexy J.Moleong., hal. 326

0 komentar:

Posting Komentar